Jumat, 15 Juli 2011

Pilih Akhir Yang Mana?


“Kullu nafsin dzãikatul mauut..tsumma ilainaa turja’uun”, setiap jiwa akan merasai mati, hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Kematian bisa mendatangi kita kapan saja, tanpa ada pemberitahuan apalagi penangguhan. Sedang apakah kita pada saat itu? Di tempat manakah nyawa kita akan dicabut Izrail, di masjid, kampus, atau di mall?

Saat nyawa dicabut perlahan-lahan dengan ruh kita dipegang di ubun-ubun, saat itulah kita berada dalam kondisi di alam bawah sadar. Bagaimana kondisi bawah sadar itu? Analoginya adalah saat kita tidur. Sering kita kedatangan mimpi atau sering orang menyebutnya bunga tidur, entah kenapa disebut sebagai bunga padahal jika mimpi itu ternyata mimpi buruk, masih pantaskah disebut sebagai bunga? Hmm, kayaknya terlalu indah sebutannya. Tidak perlu diperpanjang, kita kembali ke pokok pembicaraan. Mimpi terjadi di alam bawah sadar kita dan topik mimpi akan mengikuti hal-hal yang sedang kita pikirkan, hal yang kita senangi dan biasanya kebiasaan yang kita lakukan saat kita berada di alam sadar. Begitulah deskripsi sederhana tentang kondisi alam bawah sadar.

Ada satu hal penting yang perlu kita garis bawahi bahwa alam sadar kita akan bekerja sesuai dengan apa yang paling kita senangi selama kita menjalani hidup. Jika itu yang terjadi, boleh saya mengatakan bahwa hal yang kita senangi sekarang ini adalah gambaran kondisi sakaratul maut kita. Jika seseorang senang jalan-jalan ke mal, boleh jadi ia akan meninggal di mal. Atau suka nge-game, boleh jadi ia akan meninggal saat nge-game apalagi pas kalah tanding, ckckck apes... Atau terlalu hobi dengan facebook-an, nonton TV, nonton bola semaleman, liat sinetron ‘n gosip tanpa mengenal waktu, tidak menutup kemungkinan nyawa dicabut pada saat ia menikmati hobi-hobi itu. Buat yang cinta membaca Alqur’an, rajin shalat dan menunggu-nunggu waktu shalat, banyak orang-orang shalih yang dicabut nyawanya saat ia beribadah, thalabul ‘ilmi atau sedang berdakwah.


Akhir Yang Baik

Saat itu adik masih terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Wajahnya semakin pucat, tetapi nyala semangatnya masih tetap hidup. Leukimia telah merenggut tubuhnya hingga kurus dan kulitnya penuh bercak - bercak, putih pucat pasi. Aku dan ibu selalu menunggunya setiap hari, bolak - balik kampus - rumah sakit tidak membuatku merasa capek. Aku selalu menemani dan selalu ingin mengajaknya bercanda karena aku tidak ingin melihatnya sedih. Pagi itu tiba - tiba dia berkata dengan penuh semangat, “Kakak - kakak cepat ambil kameranya, ayo ambil foto tamannya. Di depan ada pemandangan yang sangat indah, ada taman, bunga - bunga dan kupu – kupu yang sangat cantik. Ayo kak cepat ambil kameranya, aku ga mau kehilangan gambarnya”. Tiba - tiba dia menjadi panik karena takut kehilangan pemandangan yang dilihatnya.

Kita yang suka dan sering bercanda, maka aku bilang, “Dek, di depan ga ada taman, kita masih ada di kamar rumah sakit. Ayo dek tenang, kamu sedang sakit”. “Enggak kak, enggak... di depanku masih ada taman yang sangat indah dan aku berjalan menuju ke sana. Ayo kak ambil kameranya” kata dia merengek. Aku yang melihatnya kebingungan dan segera mengambil kamera. Ibu dengan tenang dan sedikit terisak berkata, “Kak tenanglah, sesungguhnya adik sedang dalam kondisi sakaratul maut. Dia telah melihat surga, yuk kita membaca surat yasin dan menuntunnya untuk mengucapkan syahadat”. Kata - kata ibu sontak membuatku kaget dan menangis. Mendengar perkataan ibu, adik terdiam dan sangat tenang... Ia menyadarkan diri dan terus berdzikir kepada Alloh. Aku dan ibu membaca surat yasin dengan menangis dan menuntun adik hingga berucap kalimat syahadat di akhir hidupnya.

Itu sekelumit cerita dari ustadz Syatori tentang akhir hidup yang baik. Subhanallah dia meninggalkan dunia dengan saat indah, melihat surga sebelum dia memasukinya. Saat ditanyakan kepada kakaknya, “Apa yang membuat adikmu mendapatkan khusnul khatimah?”. Sang kakak menjawab, “Adikku adalah orang yang paling bawel untuk masalah kemaksiatan. Saat itu jilbabku pendek dan dia terus memberi tahuku sampai aku mengenakan jilbab yang syar’i. Saat ada orang yang melakukan kemaksiatan, maka dia akan terus mengingatkannya”. Subhanallah ya... Sayang saat itu saya ga ngrekam kajiannya, jadi kalau lewat tulisan mungkin kurang terasa menyentuh...

Satu lagi cerita, dia masih SMA saat itu. Saya lupa adiknya sakit apa, tetapi sudah sejak lama dia dirawat di rumah sakit. Pagi itu dia merengek – rengek kepada ibunya untuk shalat dhuha dan berwudhu, padahal oleh dokter sudah dikabarkan bahwa kesehatannya semakin menurun. “Udah dek tayamum aja, kamu kan sedang sakit. Gak papa mau shalat tapi tayamum aja ya.. Kata dokter ga boleh menyentuh air karena adik sedang tidak sehat” kata ibunya pelan dan terus mencegahnya. “Engga bu, aku masih kuat, aku pengen shalat dhuha tapi aku mau wudhu dengan air secara sempurna. Aku kuat...” katanya. Karena terus merengek, maka ibu pun tak kuasa lagi untuk mencegahnya. Dituntunlah anaknya menuju kamar mandi dan berwudhu dengan sempurna. Setelah itu kembali ke ranjang, mengenakan mukena, dan shalat dhuha secara sempurna pula. Saat dia sedang shalat, ternyata teman - teman dekat sekelasnya datang untuk menjenguknya. Usai shalat dia melihat satu per satu orang yang sangat ia sayangi seperti ia mau meninggalkan mereka. Setelah beberapa lama, maka sang anak mengucapkan dua kalimat syahadat dan menutup akhir hidupnya dengan kondisi suci berwudhu dan shalat dhuha serta didampingi oleh orang - orang yang ia sayangi. Subhanallah....


Akhir Yang Tidak Baik

Dia adalah penggila harta dan dunia. Hidupnya hanya untuk mencari uang dan terus mencarinya. Sedekah tidak ia keluarkan karena setiap waktu selalu ada target dunia yang dia buat. Awalnya mungkin ingin membeli dari hal - hal yang kecil, tetapi lama kelamaan dunia terus mengejarnya. Hingga hari tuanya ia ingin membuat sebuah rumah yang sangat mewah, akhirnya dengan kerja keras dan ke’pelit’annya ia mampu membuat sebuah rumah yang sangat megah layaknya istana. Setiap orang yang datang pasti sangat kagum melihatnya. Saat itu rumah belum ditempati dan kakek tua itu baru akan menempatinya. Sesampainya di depan rumah dengan diantar sebuah mobil yang mewah pula, tiba - tiba ia terjatuh tanda sedang sakaratul maut. Tahukah apa yang ia katakan? Bukan kalimat syahadat, bukan menyebut Alloh ataupun berdzikir. Ia hanya mengatakan, “rumahku..rumahku...rumahku..” terus berulang - ulang sampai akhirnya dia meninggal dengan tidak rela meninggalkan dunianya. Na’udzubillahimindzalik....

Itulah cerita yang semoga menginspirasi dan memotivasi kita dalam kebaikan. Untuk mereka yang berada dalam khusnul khatimah, mereka bukan para nabi dan rasul, bukan pula para shahabat dan shahabiyah. Mereka adalah orang - orang yang tinggalnya di sekitar kita dan ada di masa kita. Usia keduanya masih sangat muda. Mereka memiliki amalan - amalan yang istimewa, mereka teguh dalam memegang prinsip untuk tidak mau bermaksiat dan selalu menjaga kesucian diri dengan air wudhu dan istiqamah terus dalam menjaga shalat dhuha. Surga itu sangat banyak pintunya, bisa dilalui dengan menjaga wudhu, lidah, shalat wajib, shalat sunnah, shaum sunnah, tilawah, dan segala macam kebaikan yang kita terus menjalaninya secara konsisten. Harga keistiqamahan itu sangat mahal dan mungkin tak bisa kita beli. Ia hanya bisa kita minta kepada Alloh agar Alloh menjaga kita di setiap tempat dan setiap waktu. Semoga keistiqamahan dalam kebaikan selalu menaungi kita hingga akhir hayat dan semoga kita senantiasa terhindar dari hal - hal maksiat dan jiwa keduniawian. Amiin ya Alloh, lindungilah kami...

Jazaakumullahu khairan katsir.. Barakallohu fikum...

Pondok Nabila, 6.59
*Tadinya hanya melihat - lihat file yang tersimpan dan menemukan file ini belum rampung digarap, akhirnya tertarik untuk menyelesaikannya dengan cerita ustadz yang masih ada di dalam ingatan. Allohu a’lam..

Tidak ada komentar: