Minggu, 31 Juli 2011

Siapa yang ga' Mengharu Biru?

Ini hanya sekedar sms yang direkam... SMS yang dikirim oleh seorang ordinary girl (og) untuk seseorang yang luar biasa menurutnya... Ternyata beliau adalah teman sekamar sewaktu dulu kos bareng..

og:
Assalaamu'alaykum.. Mbk Indri.. udh cuti ya? Sekarang sehat? :-)
moga dmudahkan&dlancarkn smp hari H ya.. amiin :-) :-* B-)

Mbak Indri:
Wa'alaykumussalam..
T'akhr mgu ni dek, smlm br pe rmh dr smrg,alhamdulillah ud g bolakbalik lg..
Alhamdulillah sehat dekq, dek -og- sehat kn :-D
Aamin ya Robb,smg kshtn,kelancaran,kberkahan menyertai qt sll dek..do'ain y dek bs lairan normal,ni jln 8,5 bln, de2kny ud d panggul..Pengen nangis rasany..trharu...

--sontak bulu kuduk -og- berdiri semua, terharu part 1-

Coba - Coba tapi Serius, hadeuh...

Dosen: Emang mau dikirim kemana?
RDM: Ke Kyoto Pak..
Dosen: Owh, Rina mau ke Kyoto? Coba lihat, ummm.... [sambil tertawa dan memeriksa lembaran - lembaran A4]
RDM hanya senyum dengan muka udah merah padam..
Krik..krik...krik...

Abstrak ane bener, ga diminta revisi ma panitia. Nunggu acceptance di awal syawal... :)
Pray for us... :)

Minggu, 24 Juli 2011

Peraduanku

Tak mampu berucap
Seolah ada yang membungkamku erat - erat
Memupuskan harapan untuk bicara

Perlahan...
Kata - kata yang kurangkai..
Kurangkai dengan bahasaku yang paling halus
Hilang, tercecer, dan terbang tersapu..

Sekarang...
Aku hanya bisa menangis di peraduan
Sendiri dan aku memang ingin sendiri...

Untuk hati yang terluka
Aku tak mampu mengobati...

Meski ia sudah terlanjur terluka menganga
Aku mohon tutuplah dengan ikhlasmu...
Dan aku ingin kau tahu, do'aku tak lepas untukmu...
Aku hanya tak ingin melukai siapapun...


*ingin memberikan senyum termanis :)
Ba'da ashar berkah, Nabila's room no.4
Kepada Alloh aku meminta agar Ia yang akan menjawab segalanya..
Dan kita akan sama - sama mengerti keindahan itu..
Thanks to Alloh...

Belajar Baca Tulis [part 2]

Selasa, 19 Juli 2011
Hari kedua ngajar Kika. Mendekati pukul enam belum juga menemukan metode belajar yang tepat, belum kepikiran juga cara untuk mengambil hatinya. Huft, dengan langkah gontai dan terus mengumpulkan semangat menuju kos besar itu... Aku hanya berharap hari ini Kika lebih friendly dari pada hari sebelumnya. Jadi ingat pertama saat aku ajar, "ini huruf apa dek?" tanyaku dengan sepenuh hati. "Mana gue tau' " jawabnya mungkin juga dengan sepenuh hati.. ^,^ Jadi, di hari kedua ini aku tidak terlalu berharap banyak selain mengamati lagi karakter dan lebih dekat dengannya.

Kesan hari kedua, ternyata lancar2 saja.. Dengan buku yang berbeda Kika udah lebih lancar mengeja... Hwuuahhh senaangnya.... :)

Kamis, 20 Juli 2011
Lebih bersemangat untuk ngajar... ^.^/
Adiknya hari ke-3 mengalami kemajuan mengeja lagi... Tapi, ada yang lucu di hari ketiga ini... Memang masa anak-anak adalah masa - masa suka menyanyi. Kebetulan di buku mengeja ada gambar little girl's singing, dikira adiknya itu adalah nyanyian dan akhirnya aku disuruh untuk menyanyikan kata-kata yang ada di situ... Ckckck...pekerjaan yang berat, ga bisa nyanyi lagi... Akhirnya dengan nada yang diaransemen sendiri, menyanyilah aku dan diikuti adiknya.. Betapa senangnya Kika, tetapi karena mungkin merasa nyanyian tidak terlalu bagus, dia menghentikanku untuk menyanyi dan lanjut ke lembar berikutnya... Baguslah adikku sayang... -____-"

Jumat, 22 Juli 2011

Belajar Baca Tulis [part 1]

Di tengah hiruk pikuknya kabar - kabar nikah, sepertinya kita butuh suasana baru. Bukan karena mupeng, tapi sepertinya sudah kenyang dengan ceritanya... Mendadak semua anak MIPA jadi terkenal, dimana - mana jadi sorotan untuk diwawancara bak bintang film yang dikejar - kejar jurnalis pencari kabar berita. ^^

Kika, panggilan kesayangan sang mama, gadis imut - kecil - berkulit sawo matang sangat manis dan sedikit kurus, kelas dua SD yang masih belum bisa baca tulis. Anak yang sekarang menjadi 'didikanq'i ni sedang liburan di Jogja karena mama sedang melanjutkan studi magister di Fakultas Ekonomi bagian Manajemen Keuangan. Mungkin kita sedikit kaget kelas dua SD belum bisa baca, dan itulah kenyataannya... Setelah mem-vakum-kan diri dari dunia les-mengeles, akhirnya diterima juga tawaran untuk ngajar Kika. Love kids dan ga mau ketinggalan main (baca: ngajar) anak kecil yang masih -unyuk-. 

Jumat, 15 Juli 2011

Pilih Akhir Yang Mana?


“Kullu nafsin dzãikatul mauut..tsumma ilainaa turja’uun”, setiap jiwa akan merasai mati, hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Kematian bisa mendatangi kita kapan saja, tanpa ada pemberitahuan apalagi penangguhan. Sedang apakah kita pada saat itu? Di tempat manakah nyawa kita akan dicabut Izrail, di masjid, kampus, atau di mall?

Saat nyawa dicabut perlahan-lahan dengan ruh kita dipegang di ubun-ubun, saat itulah kita berada dalam kondisi di alam bawah sadar. Bagaimana kondisi bawah sadar itu? Analoginya adalah saat kita tidur. Sering kita kedatangan mimpi atau sering orang menyebutnya bunga tidur, entah kenapa disebut sebagai bunga padahal jika mimpi itu ternyata mimpi buruk, masih pantaskah disebut sebagai bunga? Hmm, kayaknya terlalu indah sebutannya. Tidak perlu diperpanjang, kita kembali ke pokok pembicaraan. Mimpi terjadi di alam bawah sadar kita dan topik mimpi akan mengikuti hal-hal yang sedang kita pikirkan, hal yang kita senangi dan biasanya kebiasaan yang kita lakukan saat kita berada di alam sadar. Begitulah deskripsi sederhana tentang kondisi alam bawah sadar.

Ada satu hal penting yang perlu kita garis bawahi bahwa alam sadar kita akan bekerja sesuai dengan apa yang paling kita senangi selama kita menjalani hidup. Jika itu yang terjadi, boleh saya mengatakan bahwa hal yang kita senangi sekarang ini adalah gambaran kondisi sakaratul maut kita. Jika seseorang senang jalan-jalan ke mal, boleh jadi ia akan meninggal di mal. Atau suka nge-game, boleh jadi ia akan meninggal saat nge-game apalagi pas kalah tanding, ckckck apes... Atau terlalu hobi dengan facebook-an, nonton TV, nonton bola semaleman, liat sinetron ‘n gosip tanpa mengenal waktu, tidak menutup kemungkinan nyawa dicabut pada saat ia menikmati hobi-hobi itu. Buat yang cinta membaca Alqur’an, rajin shalat dan menunggu-nunggu waktu shalat, banyak orang-orang shalih yang dicabut nyawanya saat ia beribadah, thalabul ‘ilmi atau sedang berdakwah.


Akhir Yang Baik

Saat itu adik masih terbaring lemas di ranjang rumah sakit. Wajahnya semakin pucat, tetapi nyala semangatnya masih tetap hidup. Leukimia telah merenggut tubuhnya hingga kurus dan kulitnya penuh bercak - bercak, putih pucat pasi. Aku dan ibu selalu menunggunya setiap hari, bolak - balik kampus - rumah sakit tidak membuatku merasa capek. Aku selalu menemani dan selalu ingin mengajaknya bercanda karena aku tidak ingin melihatnya sedih. Pagi itu tiba - tiba dia berkata dengan penuh semangat, “Kakak - kakak cepat ambil kameranya, ayo ambil foto tamannya. Di depan ada pemandangan yang sangat indah, ada taman, bunga - bunga dan kupu – kupu yang sangat cantik. Ayo kak cepat ambil kameranya, aku ga mau kehilangan gambarnya”. Tiba - tiba dia menjadi panik karena takut kehilangan pemandangan yang dilihatnya.

Kita yang suka dan sering bercanda, maka aku bilang, “Dek, di depan ga ada taman, kita masih ada di kamar rumah sakit. Ayo dek tenang, kamu sedang sakit”. “Enggak kak, enggak... di depanku masih ada taman yang sangat indah dan aku berjalan menuju ke sana. Ayo kak ambil kameranya” kata dia merengek. Aku yang melihatnya kebingungan dan segera mengambil kamera. Ibu dengan tenang dan sedikit terisak berkata, “Kak tenanglah, sesungguhnya adik sedang dalam kondisi sakaratul maut. Dia telah melihat surga, yuk kita membaca surat yasin dan menuntunnya untuk mengucapkan syahadat”. Kata - kata ibu sontak membuatku kaget dan menangis. Mendengar perkataan ibu, adik terdiam dan sangat tenang... Ia menyadarkan diri dan terus berdzikir kepada Alloh. Aku dan ibu membaca surat yasin dengan menangis dan menuntun adik hingga berucap kalimat syahadat di akhir hidupnya.

Itu sekelumit cerita dari ustadz Syatori tentang akhir hidup yang baik. Subhanallah dia meninggalkan dunia dengan saat indah, melihat surga sebelum dia memasukinya. Saat ditanyakan kepada kakaknya, “Apa yang membuat adikmu mendapatkan khusnul khatimah?”. Sang kakak menjawab, “Adikku adalah orang yang paling bawel untuk masalah kemaksiatan. Saat itu jilbabku pendek dan dia terus memberi tahuku sampai aku mengenakan jilbab yang syar’i. Saat ada orang yang melakukan kemaksiatan, maka dia akan terus mengingatkannya”. Subhanallah ya... Sayang saat itu saya ga ngrekam kajiannya, jadi kalau lewat tulisan mungkin kurang terasa menyentuh...

Satu lagi cerita, dia masih SMA saat itu. Saya lupa adiknya sakit apa, tetapi sudah sejak lama dia dirawat di rumah sakit. Pagi itu dia merengek – rengek kepada ibunya untuk shalat dhuha dan berwudhu, padahal oleh dokter sudah dikabarkan bahwa kesehatannya semakin menurun. “Udah dek tayamum aja, kamu kan sedang sakit. Gak papa mau shalat tapi tayamum aja ya.. Kata dokter ga boleh menyentuh air karena adik sedang tidak sehat” kata ibunya pelan dan terus mencegahnya. “Engga bu, aku masih kuat, aku pengen shalat dhuha tapi aku mau wudhu dengan air secara sempurna. Aku kuat...” katanya. Karena terus merengek, maka ibu pun tak kuasa lagi untuk mencegahnya. Dituntunlah anaknya menuju kamar mandi dan berwudhu dengan sempurna. Setelah itu kembali ke ranjang, mengenakan mukena, dan shalat dhuha secara sempurna pula. Saat dia sedang shalat, ternyata teman - teman dekat sekelasnya datang untuk menjenguknya. Usai shalat dia melihat satu per satu orang yang sangat ia sayangi seperti ia mau meninggalkan mereka. Setelah beberapa lama, maka sang anak mengucapkan dua kalimat syahadat dan menutup akhir hidupnya dengan kondisi suci berwudhu dan shalat dhuha serta didampingi oleh orang - orang yang ia sayangi. Subhanallah....


Akhir Yang Tidak Baik

Dia adalah penggila harta dan dunia. Hidupnya hanya untuk mencari uang dan terus mencarinya. Sedekah tidak ia keluarkan karena setiap waktu selalu ada target dunia yang dia buat. Awalnya mungkin ingin membeli dari hal - hal yang kecil, tetapi lama kelamaan dunia terus mengejarnya. Hingga hari tuanya ia ingin membuat sebuah rumah yang sangat mewah, akhirnya dengan kerja keras dan ke’pelit’annya ia mampu membuat sebuah rumah yang sangat megah layaknya istana. Setiap orang yang datang pasti sangat kagum melihatnya. Saat itu rumah belum ditempati dan kakek tua itu baru akan menempatinya. Sesampainya di depan rumah dengan diantar sebuah mobil yang mewah pula, tiba - tiba ia terjatuh tanda sedang sakaratul maut. Tahukah apa yang ia katakan? Bukan kalimat syahadat, bukan menyebut Alloh ataupun berdzikir. Ia hanya mengatakan, “rumahku..rumahku...rumahku..” terus berulang - ulang sampai akhirnya dia meninggal dengan tidak rela meninggalkan dunianya. Na’udzubillahimindzalik....

Itulah cerita yang semoga menginspirasi dan memotivasi kita dalam kebaikan. Untuk mereka yang berada dalam khusnul khatimah, mereka bukan para nabi dan rasul, bukan pula para shahabat dan shahabiyah. Mereka adalah orang - orang yang tinggalnya di sekitar kita dan ada di masa kita. Usia keduanya masih sangat muda. Mereka memiliki amalan - amalan yang istimewa, mereka teguh dalam memegang prinsip untuk tidak mau bermaksiat dan selalu menjaga kesucian diri dengan air wudhu dan istiqamah terus dalam menjaga shalat dhuha. Surga itu sangat banyak pintunya, bisa dilalui dengan menjaga wudhu, lidah, shalat wajib, shalat sunnah, shaum sunnah, tilawah, dan segala macam kebaikan yang kita terus menjalaninya secara konsisten. Harga keistiqamahan itu sangat mahal dan mungkin tak bisa kita beli. Ia hanya bisa kita minta kepada Alloh agar Alloh menjaga kita di setiap tempat dan setiap waktu. Semoga keistiqamahan dalam kebaikan selalu menaungi kita hingga akhir hayat dan semoga kita senantiasa terhindar dari hal - hal maksiat dan jiwa keduniawian. Amiin ya Alloh, lindungilah kami...

Jazaakumullahu khairan katsir.. Barakallohu fikum...

Pondok Nabila, 6.59
*Tadinya hanya melihat - lihat file yang tersimpan dan menemukan file ini belum rampung digarap, akhirnya tertarik untuk menyelesaikannya dengan cerita ustadz yang masih ada di dalam ingatan. Allohu a’lam..

Kamis, 14 Juli 2011

Shahabat Pemilik Fitrah Shaffiyah

 Sore itu kajian Ustadz Syatori benar - benar membuat hati menjelajah pada masa Rasulullah, membuat hati semakin malu. Waktu itu sedang menafsirkan Qs. An-Nur: 35 yang secara sekilas ditafsirkan bahwa untuk mendapatkan Cahaya Di Atas Cahaya, maka kita harus memiliki Fitrah Shaffiyah dan 'Ilmu Syar'iyah. What's the meaning of Fitrah Shaffiyah? Yaitu, fitrah (kekuatan Rabbani yang Alloh simpan di lubuk hati manusia sejak lahir) yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Untuk lebih bisa memahami terkait fitrah shaffiyah, ustadz Syatori memberi contoh kisah Shahabat yang begitu membuat bulu kuduk berdiri (hmm.. lebay ga ya? ^^).

Suatu hari ketika Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam berjalan di kota Madinah beliau berpapasan dengan seorang sahabat yang bernama Haritsah bin Suraqoh.

Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Wahai Haritsah bagaimana keadaanmu di pagi hari ini?".

Haritsah menjawab, "Ya Rasulallah aku di pagi hari ini telah mencapai hakekat keimanan"

Ketika mendengar jawaban tersebut Rasul pun berkata kepadanya: "Ya Haritsah segala sesuatu ada buktinya, dan mana bukti dari hakekat imananmu?". [Mengatakan keimanan kan butuh bukti.. Keimanan Shahabat saja sama Rasulullah masih dibuktikan, apalagi kita... hmmm...jadi malu sendiri]

Maka berkata Haritsah: "Ya Rasulallah telah keluar dari hatiku cinta kepada dunia sehingga emas dan batu sama nilainya di mataku. Ya Rasulullah seakan-akan 'Arsy Tuhanku sangat jelas terlihat dihadapanku, seakan-akan penghuni surga mendapatkan nikmat di surga dan sangat jelas dihadapanku, dan seakan-akan penghuni neraka di neraka mendapatkan azab di neraka sangat jelas di hadapan mataku. Ya Rasulallah di malam hari aku bergadang (bermunajat) dan di siang hari aku berpuasa".


Ketika Rasulullah mendengar jawaban Haritsah, beliau berkata, "(Engkau adalah) hamba Allah yang telah memperoleh cahaya di hatimu. Ya Haritsah engkau telah mengetahui maka lazimilah".

Maka Haritsah berkata kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah doakan aku, aku ingin mati syahid di jalan Allah". Maka Rasul-pun mendoakan agar Haritsah mati syahid di jalan Allah.

Dan kebetulan di hari itu Rasulullah dan para sahabat keluar dari kota Madinah untuk memerangi orang kafir Quraiys di perang Badr yang jumlah tentara orang kafir lebih dari 950 prajurit sedangkan tentara Rasulullah hanyalah 300an prajurit dan persenjataannya sangat sedikit sekali dan terbatas. Akan tetapi kemenangan dari Allah diberikan kepada Rasulullah dan para sahabat.

Sehingga diriwayatkan bahwa yang terbunuh dari orang orang kafir 70 prajurit, dan yang tertawan 70 prajurit. Adapun yang mati syahid dari kaum muslimin hanyalah 14 sahabat dan diantara mereka adalah Haritsah bin Suraqoh.

Pada saat Haritsah sudah syahid, salah seorang shahabat Rasulullah pun segera menemu ibu Haritsah. Keimanan sang ibu tak jauh dari anaknya. Saat diberi tahu bahwa anaknya mati syahid, maka yang ditanyakan bukanlah kondisi anaknya terlebih dahulu, tetapi beliau menanyakan kabar Rasulullah. "Bagaimana kondisi Rasulullah sekarang" tanya ibu Haritsah kepada shahabat tersebut. "Rasulullah baik - baik saja dan selamat" jawabnya. "Antarlah aku menemui Rasulullah untuk memastikannya" pinta sang ibu.

Maka bertemu dengan Rasulullah barulah sang ibu bertanya kondisi anaknya, "Ya Rasulullah dimana anakku Haritsah?".

Maka dijawab oleh Rasulullah: "Wahai ibu Haritsah sabarlah sesunggahnya anakmu terbunuh dijalan Allah".

Maka diulangi pertanyaan tersebut oleh ibu Haritsah kepada Rasulullah. Dan dijawab oleh Rasul dengan jawaban yang serupa. Lantas di ulangilah untuk ketiga kalinya pertanyaan tersebut oleh ibu Haritsah dengan menanyakan: "Ya Rasulullah aku tahu kalau anakku terbunuh di jalan Allah, akan tetapi dimanakah anakku apakah di surga atau di neraka?".

Maka Rasulullah menjawab: " Wahai ibu Haritsah apakah kau tidak tahu? Sesungguhnya surga itu bukanlah hanya satu surga, akan tetapi surga itu banyak sekali tingkatannya. Dan sesungguhnya anakmu telah mencapai surga Firdaus yang paling tinggi".

Kemudian ibu Haritsah tersenyum, "Sungguh jika anakku berada di dalam neraka, maka aku akan menangis sepanjang hidupku. Wahai beruntungnya engkau Haritsah..  Wahai beruntungnya engkau Haritsah..  Wahai beruntungnya engkau Haritsah.. "

Subhanallah ya.. Pengen jadi  seperti Haritsah dan ibunya... ^^ Semoga Alloh berkenan memberikan kita fitrah shaffiyah.. amiiin

-Ya Alloh berilah kami berkah dan taufiq di bulan Sya'bah, dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan..."

sumber: cerita ustadz dan suaramedia.com

Rabu, 06 Juli 2011

Semua Tentang Cinta Untuk-Mu...

Entah kapan aku mengerti akan cinta..
Namun, aku telah mengenalnya sejak lama
Sebelum aku melihat dunia
Sejak Allah meniupkan ruh dan memberiku hidup
Sejak saat itulah aku dikenalkan cinta...

Dalam diam, aku memahaminya..
Dalam hening, aku merasakannya..
Namun, dalam lalai aku melupakannya..
Masalahnya..
Lalai itu tidak satu atau dua kali
Tapi, sering kali dan bahkan terlalu sering...

Allah...
Dalam gundahku Engkau merengkuhku
Dalam tangisku Engkau mengusapku
Dalam bahagiaku Engkau tersenyum padaku
Dalam lupaku Engkau masih memanggilku

Ini segalanya tentang cinta-Mu..
Yang tidak bertepi karena Engkau abadi
Yang tidak mengharap karena hamba-Mu yang berharap
Meski aku tak pernah memberi sepenuhnya air mataku
Tak selalu mengingatMu di setiap waktu
Namun, cinta-Mu begitu terasa saat aku terpuruk
Saat aku penuh harap, saat aku merasa sendiri...

Aku tulis rencana hidupku
Namun, Engkau telah menghapusnya
Bukan memupuskan mimpiku
Tapi, menulisnya dengan rencana-Mu yang sangat indah...
[rdm]


-ungkapan sederhana-
*dalam rengkuhan syukur atas pertolongan-Nya
waktu dhuha yang membuatku tersenyum lega..
FMIPA Utara

Selasa, 05 Juli 2011

~ Qadhaya Asasiyah Fiid Da’wah ~

Ini sebenarnya akan digunakan untuk proyek buletin yang dikerjain bareng temen - temen, tapi ya sudahlah saya posting saja.. Untuk obat kelelahan.. :D Jadi, nanti kalau ketemu dengan buletin yang tersebar di kawasan kampus dan kembali membacanya, semoga memperdalam keilmuannya... :)

Tutur tokoh ini menghadirkan beberapa tangkai pesan ustadz Abu Ridho saat berkunjung ke Masjid Kampus UGM dalam kajian akbar beberapa waktu yang lalu. Bagi seorang kader dakwah, bahasan ‘Qadhaya Asasiyah Fiid Da’wah’ hampir sering terdengar dan membahasnya, yaitu isu – isu dakwah yang mendasar. Inilah kebutuhan dan kepentingan kita sebagai muslim dan sebagai seorang da’i.
Sebelum jauh kita membahas terkait qadhaya asasiyah dakwah, kita akan memulainya dengan bahasan perjalanan penciptaan manusia, dimana oleh para filosof islam dilukiskan sebagai era non eksistensi, yaitu ketika kita belum ada wujudnya, tetapi Alloh telah mendesain kita menjadi ‘manusia’. Pada masa itu kita ditanya oleh Alloh, “Bukankah Aku ini Rabb-mu?”. Semua menjawab, “Benar, dan kami menyaksikannya”. Dari sekelumit dialog tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa iman itu sesungguhnya melekat dalam diri manusia sejak masa penciptaannya. Secara fitrah manusia telah berikrar bahwa ia percaya kepada Alloh, bertuhan dan bersyahadat. Jika dalam perjalanannya banyak yang menyimpang, maka hal itu merupakan bagian dari proses perjalanan. Demikian Alloh menjelaskan kepada kita bahwa iman itu adalah sesuatu yang fitri.
Babak penciptaan selanjutnya adalah konsekuensi pengakuan Alloh sebagai Rabb, yaitu implikasi iman. Artinya, pembebanan atas pembenaran yang berkaitan dengan pernyataan syahadat. Gambaran sederhananya jika kita sudah memilih, mengakui, bahkan melantik si A sebagai kepala negara, maka ada konsekuensi pembebanan terhadap kita, antara lain segala peraturan yang ia buat harus kita taati. Demikian pula berlaku pada Alloh sebagai kepala negara bumi dan langit beserta seluruh isinya, dimana kita semua merupakan makhluk mukallaf atau mahluk yang terbebani.
‘Beban’ apa yang dimaksud di sini? Beban itu termaktub di dalam alqur’an dimana Alloh berfirman, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” (Qs. Al Baqarah: 30). Itulah beban kita, beban yang pernah ditawarkan kepada gunung, langit, bahkan para malaikat. Semua menolaknya, tetapi kita dengan penuh keyakinan menerimanya.
Dari sepanjang perjalanan penciptaan manusia tersebut dapat kita tarik benang merah bahwa amanah manusia itu ada dua macam, yaitu amanah ibadah dan amanah risalah. Amanah ibadah adalah konsekuensi penghambaan diri kita kepada Alloh. “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Sedangkan, amanah risalah adalah posisi kita sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi atau membangun peradaban manusia.
Dua amanah itulah yang sesungguhnya menjadi qadhaya asasiyah di dalam dakwah. Intinya adalah tegaknya kalimat Laa ilaha illallah atau memakmurkan muka bumi ini dengan syari’at Alloh. Jadi, apapun yang kita anjurkan, ajarkan, dan perjuangkan itu adalah membentuk manusia - manusia yang mampu memikul dua amanah, amanah beribadah dengan baik dan juga amanah berkontribusi membangun  peradaban dengan baik. Qadhaya asasiyah harus menjadi prioritas dakwah sampai kapanpun, sehingga isu – isu selainnya hanyalah penunjang perangkat utama kita.
Mengapa kalimat tauhid menjadi qadhaya asasiyah dalam dakwah? Tidak lain dan tidaklah bukan karena sering kali kita belum tuntas atau kecolongan dalam hal keimanan, syahadat, dan tauhid di berbagai sektor. Tidak perlu jauh – jauh kita mengambil contoh, jika kita sedang sakit atau menderita sekali atau terancam bahaya, maka dalam kondisi itu kita merasakan kehadiran Alloh yang sangat dekat. Namun, jika kita sudah sembuh, bahagia, dan terlepas dari bahaya, maka seringkali kita merasa biasa - biasa saja dan bahkan kurang merasakan kehadiran Alloh. Inilah ironi – ironi yang masih banyak kita jumpai di kalangan manusia, terlebih di zaman modern ini sering kali kita merasa yang paling kuat dengan dalil - dalil ilmu. Isu sentral dakwah inilah yang harus selalu menjadi dasar pijakan kita untuk diprioritaskan dalam mengajak orang - orang memahami dan mendalami segala konsekuensi makna syahadat.
Oleh karena itu, isu mendasar kalimat tauhid tidak bisa ditinggalkan dan harus menjadi mainstream tugas dakwah di sektor manapun. Dalam bahasa lain, tugas utama kita dalam dakwah serta tugas yang sudah kita sepakati dalam ikrar kita kepada Alloh adalah tegaknya tauhid dan semua berakar kepadanya. Karena dari hal mendasar inilah yang akan memberikan efek pada kiprah - kiprah dakwah yang selalu lekat dengan tauhid. [rdm]

-pondok Nabila-
tengah malam hingga tengah hari karena idealisme dalam menulis
-___-" tinggal 1,5 watt...