Selasa, 27 Januari 2009

Fenomena Nama

Catatan pembuka: Jika ada kesamaan nama tetapi mempunyai maksud yang berbeda, saya mohon maaf, bukan berarti yang dituliskan di sini adalah nama anda jadi sebelum baca, simpan dulu rasa Ge-eRnya ya... ;D Artikel ini banyak menggunakan nama – nama Jawa atau ejaan Jawa, jadi jangan salah logat ya...


Artikel ini muncul dari saat ditanya tentang arti nama meski akhirnya dibohongi (hoho, siapa ya?? Klo baca ini ya syukurlah dan semoga segera minta maaf, he3x). Tapi, sampai akhirnya ikut berpikir juga tentang nama dan terlintaslah niat untuk berbagi. Banyak sekali fenomena yang menarik dan lucu akan seluk plus beluk nama. Apalah arti sebuah nama? WaLah pertanyaan itu tidak pantas ditanyakan oleh anak kampus biru^^. “Yaa penting-lah mas – mbak – dhek,,”. Fungsi utama nama jelaslah sebagai identitas, sampai kapan kita memanggil “e.. si itu, si anu, mbak,, mas,, dhek,, pak biologi, bu matematika de es be..”. Itulah fenomena kebingungan yang sering kita temui saat orang belum mengenal namanya.

Allah secara khusus telah mengajarkan perihal nama – nama kepada manusia dan inilah yang memperkuat kedudukan Nabi Adam as saat Iblis tidak mau bersujud kepada beliau. Peristiwa ini diabadikan dalam Alqur’an dan Allah berfirman, “Dan Allah ajarkan kepada Adam nama – nama semuanya, kemudian ditanyakannya kepada malaikat. Maka Allah berkata: ‘Terangkanlah kepadaku nama – nama benda ini jika sekiranya kamu orang – orang yang benar” (Qs.2: 31). Kemudian para malaikat pun menyerah dan mengakui keunggulan Nabi Adam as atas mereka semua dan mereka kemudia berucap, “Berkata mereka, ‘Maha Suci Engkau! Kami tidak mengetahui melainkan apa – apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana’. Maka Allah berfirman: ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka, nama – nama benda ini!’. Maka setelah Adam memberitahukan tentang nama – nama benda itu, Allah lalu berfirman: ‘Bukankah Kami telah menyatakan kepadamu, bahwa Kami mengetahui perkara – perkara yang ghaib di langit dan di bumi? Bahwa Kami mengetahui apa – apa yang kamu nyatakan dan apa – apa yang kamu sembunyikan’”(Qs.2:32-33). Subhanallah dengan diajarkannya nama – nama oleh Allah, telah mengangkat kedudukan manusia satu derajat lebih tinggi dari pada malaikat.


Berdasarkan analisa jawaban teman – teman ketika ditanya namanya, paling tidak ada tiga hal yang menjadi alasan nama itu diberikan oleh orang tuanya tercinta. Who are they? Pertama, arti nama itu sendiri. Kedua, ada sejarah yang menyebabkan meskipun arti namanya tidak terlalu jelas. Atau yang ketiga adalah harapan orang tua untuk anaknya kelak. Berikut ada beberapa kisah tentang arti dan sejarah nama – nama orang. Ada seorang anak TK di sebuah kota kecil yang tentram saat ditanya namanya, ia menjawab “Lossi”. Tertegun, lalu bertanya lagi nama kepanjangannya, dijawabnya dengan agak sedikit kesusahan “Valentio Lossi”, maksud dari anak kecil itu namanya adalah “Valentino Rossi”. Sejarahnya cukup sederhana, yaitu bapaknya adalah fans berat dari pebalap nomor satu dunia sekarang ini.


Kisah lain, yaitu kata estu dalam bahasa Jawa sering diartikan ‘benar’, tetapi ternyata tidak untuk nama adik teman SMA saya. Estu, nama adiknya, berasal dari kata es adalah huruf S dengan maksud Strata dan tu dari kata “two” bahasa Inggris yang artinya dua. Jika digabung menjadi S2, artinya pada saat itu bapaknya sedang wisuda magister. Ada juga nama – nama yang mempunyai arti indah. Sebutlah dengan nama alfi, dibaliknya berarti seribu. Sejarah singkatnya adalah lahir pada bulan Ramadhan dimana bulan suci itu mempunyai satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, sehingga menjadi pengingat akan bulan Ramadhan dan berharap anaknya mendapatkan malam mulia itu (Lailatul Qadr). Subhanallah... Lain ceritanya dengan nama “Kautsar Rizqi Nursyifa”, sudah bisa teman – teman baca artinya. Kautsar adalah banyak atau melimpah. Jika digabung menjadi semoga menjadi seseorang yang berlimpah rizqi dengan nur yang bermanfaat (obat) untuk semuanya. Pun dengan Lailia Nur Sholeha, yang berarti seorang wanita salehah yang lahir pada malam hari sebagai cahaya bagi umat.


Kemudian arti nama yang lain adalah berdasarkan bulan lahirnya. Misal, Januari menjadi Yanuar, Februari dengan Febrian atau Febriati, Maret dengan Martini, Mei dengan Meita atau Maya, hwehehe... Bulan juni dengan Wahyuni, Juli dengan Yulianti. Agustus bernama Agus atau Agustina, September dengan Septiani, hihi.. Oktober menjadi Oktaria, November dengan Nova/i dan Desember disingkat dengan Desi. Kalau bulan Ramadhan ditambahkan kata Ramadhan/i. Kemudian nama Fitri yang berarti suci dikarenakan lahir pada hari raya Idul Fitri.


Bagaimana jika berdasarkan hari? Ini yang sering digunakan oleh orang – orang Jawa. Yang lahir hari Minggu dinamakan Ngad (dalam bahasa Jawa artinya minggu dari asal kata arab ahad karena lidah orang jawa susah mengucapkan, maka terlafaz menjadi ‘ngad’). Senin menjadi Senen (baca dengan logat Jawa), Selasa – apa ya? maaf penulis belum menemukan, klo ada yang tahu segera contact me ya.. Hari Rabu, ada yang punya nama pak Rebo lahir hari kamis, hehe.. Hari kamis tinggal diubah menjadi Kemis. Hari Jum’at juga belum nemu orangnya, klo hari Sabtu namanya setu. Wah mudah sekali gantinya.. Fenomena lain yang sering dijumpai adalah berdasarkan urutan kelahiran anak, yaitu anak pertama diberi nama Wahid atau Eka/o. Ada lagi bernama Alifian, berasal dari kata ‘alif’ yang berarti urutan pertama dalam huruf Arab dan menandakan sebagai anak pertama. Anak kedua dengan nama Isnani / Isnaeni atau Dwi. Anak ketiga bernama Tri dan urutan keempatnya Catur. Untuk anak terakhir biasanya diakhiri atau ditambahkan dengan Pamungkas.


Sekarang beranjak pada nama yang oleh orang tuanya mempunyai harapan besar. Mendapat e-mail dari kakak kelas eS eM A tentang nama-nama Jawa yang sesungguhnya ada harapan tertentu dari orangtuanya, agar anaknya kelak bisa sesuai yg diharapkan. Cermati aja dan jangan terlalu serius,..^^

Pandai menanam bunga ... Rosman/wati. Pandai memperbaiki mobil ... Kariman. Pandai dalam korespondensi ... Suratman / Surati. Gagah perkasa ... Suparman. Kuat dalam berjalan ... Wakiman. Ahli membuat kue ... Paiman / Paijo / Painem dan Pai - pai yang lain. Pandai berdagang ... Saliman. Pandai melukis ... Saniman. Agar jadi orang kaya ... Sugiman. Suka makan toge goreng ... Togiman. Selalu ketagihan ... Tuman. Selalu sibuk terus ... Bisiman. Biar pinter main game ... Giman. Biar bisa sering cuti ... Sutiman. Biar jadi juragan sate ... Satiman. Biar jadi juragan trasi ... Tarsiman. Biar pinter memecahkan problem ... Sukarman. Biar kalau ujian ndak usah mengulang ... Herman. Biar pinter bikin jus ... Yusman. Biar jadi orang yang berwibawa ... Jaiman . Biar jadi pemain musik ... Basman. Biar pinter berperang ... Warman. Biar jadi orang Sunda ... Maman. Biar lincah seperti monyet ... Hanoman.

Fenomena yang masih disukai masyarakat adalah penggabungan nama kedua orang tua. Misalkan, Parmaningrum dari nama ayah Parman dan nama ibu Ningrum. Beberapa daerah di Indonesia ataupun dunia juga suka menggunakan nama marga, misalkan Yulaikha Tampubolon atau Sastro Hadi Sucipto. Saya sempat berpikir juga dengan salah satu nama yang didasarkan profesi orang tua. Gambarannya, punya ortu guru atau dosen fisika dikasih nama transista dari kata transistor. Anaknya pengajar matematika bernama Integralita derivatika. Anaknya ahli komputer bernama Avira sebagai salah satu jenis antivirus yang artinya harapan agar menjadi orang yang sangat bermanfaat. Catatan jangan dinamai nama – nama virus ya,, meski demen dengan nama Trojan. Hohoo... klo orang statistik, namanya dita katagorika berasal dari kata ‘data kategorik’, klo namanya rejektika berasal dari kata ‘reject’ bisa – bisa anaknya ditolak masyarakat. Hati – hati ya.. Orang – orang kimia bilang anaknya mau dinamai Katalista dari kata ‘katalisator’. Hhmmm, silakan eksplorasi bidang antum wa antuna untuk menciptakan nama – nama indah secantik artinya. Jangan lupa juga dengan nama – nama yang dicontohkan Rasulullah.


Menarik sekali saat mencermati nama – nama orang plus dengan maknanya, bahkan ada pula yang punya hobi unik dengan bertanya nama dan artinya. Panggillah saudaramu dengan nama terbaik yang ia sukai..


Data diperoleh dari koresponden, asumsi dan sumber lain
Jika ada kesamaan nama yang bermakna beda, ini bukanlah sebuah kesengajaan dan itu berarti bukan anda yang saya maksudkan.. PeaCE!!


Senin, 26 Januari 2009

Jikalah...

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti

Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak dinikmati saja,
Jika engkau butuh menangis
Menangislah...
Biarlah air mata dari telaga iman mengalir,
membasahi hati, memutihkannya dan menyejukkan

Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.

Jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang taubat itu lebih utama

Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta

Suatu hari nanti,
Saat semua telah menjadi masa lalu
Aku ingin ada di antara mereka
Yang bertelekan di atas permadani
Sambil bercengkerama dengan tetangganya
Saling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu
Hingga mereka mendapatkan singgasananya

*) dari blog tetangga dengan beberapa gubahan sendiri

Menakar Kebermaknaan Diri

Kehidupan telah memberikan sejuta arti dan sejuta kisah. Kehadiran orang – orang di sekitar mengajarkan berbagai hal dan pelajaran. Namun, seberapa berartikah kehadiran diriku di tengah – tengah kalian? Terlalu banyak alasan mengapa hidup ini memberikan sejuta lebih warna, seindah warna – warna cinta dan sekelam warna – warna kekecewaan. Tinggal bagaimana aku menyikapi dan menjalaninya.
Tiada cermin kehidupan yang paling sempurna terkecuali aku dapatkan dari pandangan bening orang. Ketulusan mereka mengingatkanku dan meluruskan kesalahan. Terlalu murah jika hanya dihargai dengan sejuta terima kasih, setiap orang punya cara tersendiri untuk membalasnya, pun juga dengan diriku. Itulah aku memandang keberartian orang lain dalam membersamai aktivitas kehidupanku. Ada hukum aksi – reaksi yang masih berlaku dan ada hukum relativitas yang akan membersamai. Saat aku berikan aksi positif, berjuta reaksi positif kuterima, tetapi yang menjadi masalah adalah telahkah aku pula memberikan reaksi yang lebih baik saat orang lain baik padaku? Ataukah aku telah menerapkan hukum relativitas ketiga dalam membalas kebaikan – kebaikan orang – orang terdekat?

Pengklasifikasian akan keberartian keberadaan diri dalam lingkungan mungkin harus dikaji kembali. Teringat dengan taujih ustadz Taufik dan ustadz Gun2 asal Solo, bahwa ada empat klasifikasi seseorang berdasarkan kemanfaatan dirinya di lingkungannya. Pertama, adanya sangat berada. Artinya, keberadaannya sangat dibutuhkan orang lain dan adanya tidak dapat digantikan orang lain. Kedua, adanya lebih baik berada dimana adanya lebih baik berada di masyarakat tetapi jika ia tidak ada, maka keberadaannya masih bisa digantikan orang lain. Ketiga, keberadaannya boleh berada dan atau boleh tidak berada. Hal ini bermaksud bahwa keberadaannya tidak berpengaruh bagi orang lain dan tidak menambah atau mengurangi keimanan dan kemaslahatan umat. Dalam lingkungannya ia tidak nampak dan cenderung menjadi orang yang biasa – biasa saja. Keempat, adanya seperti tidak berada. Keberadaannya tidak diharapkan orang lain, pun dengan orang – orang yang dianggapnya dekat. Kebolehannya hanya bisa menciptakan dan membuat masalah serta membuat was – was dan rasa takut orang – orang yang ada di sekitarnya akan keberadaannya.

Tidak mampu aku memilih salah satu darinya, hanya orang – orang yang pernah bersama dan bermasyarakat denganku yang dapat menilai dimanakah diriku berada. Apakah aku mampu menjadi matahari, yang kebermanfaatannya dirasakan semua orang dengan segala kerendahan hati tetapi ia tetap bersinar dengan lantang. Ataukah sebagai kelap – kelip bintang yang kadang bersinar, kadang pula meredup tetapi tetap dirindui orang. Mungkin pula selembut air yang mengalir, memberi sejuta makna kehidupan dan tempat orang kembali mencari kehidupan. Atau semalang lilin yang memberikan sinar dalam kegelapan tetapi ia sendiri membakar diri. Ataukah menjadi sesuatu yang keberadaannya tidak diinginkan orang lain. Cukuplah semua menjadi muhasabah tempat kembali untuk menakar sebarapa dekat diriku dengan Rabbku.

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya apabila Allah mencitai seorang hamba, maka dia memanggil Jibril seraya berfirman, "Sesungguhnya Aku mencintai Fulan, maka cintailah dia". Beliau bersabda, "Maka Jibril mencintainya. Kemudian Jibril memanggil (penghuni langit) di langit, lalu berkata, "Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah ia". Maka penghuni langit mencintainya. Beliau bersabda, "Kemudian di bumi ia diterima". Apabila Allah membenci hamba, maka Dia memanggil Jibril seraya berfirman, "Sesungguhnya Aku membenci Fulan, maka bencilah ia". Lalu ia di benci oleh Jibril. Kemudian Jibril memanggil penghuni langit, "Sesungguhnya Allah membenci Fulan, maka bencilah kamu sekalian terhadapnya". Beliau bersabda, "Kemudian ia di bumi dibenci oleh orang-orang" (Hadits ditakhrij oleh Imam Muslim)

“Setiap diri kita berkewajiban menanam dan mempersubur benih cinta dan mencintai di kalangan sesama anggota serta memperkuat persaudaraan karena Allah. Agar setiap hati dan jiwa menyatu dalam ikatan aqidah. Karena aqidah adalah ikatan yang paling teguh dan bernilai. Perlu disadari bahwa persatuan adalah lambang kekuatan. Tidak akan ada kesatuan tanpa cinta. Cinta yang paling rendah adalah kelapangan dada dan berbaik sangka kepada saudaranya, sedangkan derajat yang paling tinggi adalah mengutamakan saudaranya daripada dirinya sendiri” (Musthafa Mansyhur)

Sekiranya engkaulah yang menjadi orang yang paling bermakna bagi diriku.. Beri aku ilmu tentang diriku...[]

Senin, 05 Januari 2009

Menjadi Lintang

Untuk hatiku yang pernah terluka
Untuk hatiku yang pernah kecewa

Karena lalaiku
Karena futurku

Untuk setiap hati yang pernah terluka
Untuk setiap hati yang pernah kecewa

Karena lidahku
Karena sikapku
Karena egoku

Rabbi..
Izinkan aku kembali kepada-Mu
dengan segenap diri dan jiwaku...

Agar tidak menjadi lilin
Agar tidak menjadi benalu
Tapi, menjadi lintang
yang bersinar dan menyinari kelam

Sabtu, 03 Januari 2009

Rupiah Yang Terbuang

Kepingan rupiah itu dibiarkan jatuh dan hanya butuh satu detik untuk meliriknya dan memutuskan tidak mengambilnya kembali. Mungkin itu yang sering dilakukan oleh orang-orang saat mendapati uang recehannya jatuh, mengikhlaskan begitu saja tanpa meninggalkan hukum yang jelas atasnya. Baginya seratus, dua ratus atau kepingan uang ratusan yang lain tidak berarti, tetapi mereka melupakan nilainya di mata seorang pengemis jalanan.

Anak-anak kecil “genjrang-genjreng” menyanyi dengan suara serak diusirnya secara halus. Padahal, mereka sadar bahwa bukan uang puluhan ribuan atau ratusan ribu yang orang-orang jalanan cari dan atau meminta. Tetapi, sekedar uang recehan yang tercecer di saku celana para pejalan kaki, pengendara motor atau orang lain yang ditakdirkan rezeki berlebih dari Tuhan. Tidak bermimpi mereka mendapatkan uang banyak-banyak karena mereka adalah manusia biasa yang bisa berpikir atas ketidakberartian pekerjaan yang mereka jalani.

Uang recehan-recehan yang tercecer itu berharap tertimbun di saku celana yang kempes. Tetapi, orang-orang itu terus berpikir bahwa dengan memberi uang padanya akan membuat orang-orang miskin menjadi malas. Begitu sempit pemikiran orang-orang yang mengaku berpendidikan tinggi itu. Siapa yang ingin menjadi pengemis, pemulung, atau berlabel miskin? Atau mereka mengeluh karena banyaknya orang-orang miskin yang hidup di dunia ini. Tetapi, mereka juga harus ingat bahwa orang-orang miskin tidak pernah menyesal dengan pertambahan jumlah orang kaya dadakan.

Bukankah Tuhan telah bertindak adil, dijadikan oleh-Nya manusia-manusia, ada yang kaya dan ada yang miskin? Tuhan hanya ingin melihat hamba-hamba-Nya mampu bersyukur dengan berbagi. Kewajiban yang dilupakan dengan sengaja. Mereka lebih suka menggelengkan kepala (menolak, pen) daripada memberi sekeping atau dua keping uang receh untuk menyambung kehidupan orang-orang miskin. Mereka juga tidak sadar bahwa orang-orang miskin itu kemarin telah melihat fotonya terpampang di koran yang mereka jual. Dengan sedikit kemampuan mengeja huruf sebelum putus sekolah, tulisan-tulisan koran telah mengabarkan kepadanya bahwa mereka sangat peduli dengan kemiskinan. Ah, begitu sombongnya mereka terhadap diri mereka sendiri.

Orang miskin tidak identik dengan mengemis atau meminta, tetapi diantara orang miskin itu ada yang terus berusaha bekerja tanpa meminta belas kasihan orang. Hanya saja penghasilan mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak hingga perguruan tinggi atau bahkan sekadar membelikan susu untuk balita dalam dekapannya. Entah mengapa barang dagangannya hanya terjual sedikit padahal sudah ada pelayanan mengantar hingga di hadapannya? Tetapi, kendaraan-kendaraan yang mereka tumpangi lebih nyaman berhenti di agen koran besar untuk membeli koran serupa. Selisih seratus hingga dua ratus perak saja mereka kejar. Lagi-lagi anak-anak itu termangu dalam diam dan menatap lekat-lekat kendaraan yang lalu lalang sambil berbisik, ”kali ini gagal lagi”.

Niat kebaikan dalam hati manusia-manusia itu hanya mampu ditimbun hingga menggunung. Padahal, setiap detik waktu berjalan orang-orang miskin terus berpikir akan ketidakpastian nasib yang akan dijalani esok hari. Tidak adakah sedikit tindakan nyata yang bisa mereka lakukan untuk penuhi tuntutan naluri kemanusiaannya? Tidakkah mereka ingin saudara-saudaranya bangkit dari jeratan kemiskinan? Atau mereka tidak tahu apa yang bisa dan harus mereka lakukan serta hanya membiarkan uang recehannya jatuh di pinggir-pinggir jalan? Orang-orang miskin itu hanya menatap heran dan melirik sekilas recehan-recehan yang tercecer. Andaikan uang itu terasa halal baginya, pasti sudah bisa termanfaatkan untuk hidup. Mereka berlalu dan segera bersemangat kembali menjemput rezeki Tuhan, menjual suara, koran, jasa mengelap kendaraan atau memilih dan memilah sampah-sampah.

Jika saja setiap orang yang ingin mencari berita aktual dan terbaru membeli koran dari anak-anak jalanan, bukankah itu satu tindakan kecil untuk mengurangi tingkat kemiskinan? Setelah usai baca, mereka berikan koran-koran bekas pada pemulung untuk dijual kembali tanpa meminta imbalan. Bukankah hal ini dapat pula dikata, uang yang mereka keluarkan untuk membeli koran telah berlipat ganda menyalurkan rezeki Tuhan pada orang lain?

Jika saja uang recehan, sisa jasa parkir, mereka berikan pada salah satu dari pengemis, pengamen jalanan atau jasa pengelap kendaraan, bukankah itu juga melegakan hati bahwa mereka akan makan hari ini? Merentas kemiskinan tidak harus dilakukan dengan konsep-konsep yang besar karena pada akhirnya hanya sekedar menjadi janji, ucapan atau tulisan di media massa saja. Bertindak akan menjadi lebih terasa sebagai kontribusi nyata daripada harus menunggu tiba masanya merealisasikan konsep pemberantasan kemiskinan secara bersama-sama. Meskipun sedikit yang bisa dilakukan, tidak ada peluang untuk berpikir berulang kali mengurangi tingkat kemiskinan negeri ini.