Rabu, 22 Oktober 2008

Kompetisi Iman

Dunia ini terasa semakin panas, entah dampak global warming ataukah akibat tingkah manusia yang semakin menjadi – jadi merusak segalanya. Tidak ada yang mau disalahkan dan haruskah kita menyalahkan alam?

Barangkali kita harus berani membuka mata lebar – lebar dan berpikir jernih menemukan rahasia alam. Semua wacana telah berbicara dan sejuta penelitian telah membuktikan akan pemanasan global. Sebuah pertanyaan besar yang hadir, bagaimana kerusakan alam bisa terjadi? Telahkah pertanyaan itu terjawab dan benarkah kerakusan manusia akan dunia telah merusak dunia itu sendiri. Bukankah mereka sadar bahwa satu – satunya planet yang bisa dihuni hanyalah bumi, tetapi mengapa mereka tetap merusaknya?

Manusia lahir bersama dengan karakteristik dan naluri yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, termasuk nafsu. Itulah potensi yang dititipkan Allah kepada seluruh hamba – Nya, berkapasitas sama dan semuanya punya. Tetapi, pada kenyataannya tidak semua orang mampu mengolahnya dalam kerja – kerja besar. Artinya, setiap orang mempunyai cara sendiri – sendiri dalam mengembangkannya dan bahkan ada yang menyalahgunakannya saat dia berhasil menguasai segalanya karena terasahnya potensi.Di lain pihak, tak jarang pula kemalasan merajai hingga akibatnya menjadikan ketumpulan akal – potensi dan tak ada karya yang bisa dihasilkan.

Itulah nafsu (baca: potensi), tidak punya mata dan tidak punya hati tetapi bisa diarahkan. Naluri manusia yang akan bicara dan hati yang akan menimbang – nimbang, akankah ia diarahkan untuk kemashlahatan umat ataukah untuk kepentingan perut pribadi. Manusia dihadapkan pada pilihan, kejernihan hati diuji dan keistiqamahan diri diaplikasikan. Kejernihan hati akan mengantarnya mengingat keberadaan Allah, pilihannya hanya satu, “kecerdasan dan keahlianku untuk umat, kuabdikan diri hanya untuk Allah, Rasul – Nya, keluarga dan umat”. Sebaliknya, bashirah (mata hati, pen) yang sengaja ditutup rapat – rapat menginginkan nafsunya berada dalam kedamaian dunia.

Adalah pemilik kejernihan hati begitu sadar akan tugasnya telah bertambah satu, akankah dunia ini terkuasai orang – orang yang hanya menginginkan kesejahteraan sesaat dan sengaja melalaikan keabadiaan akhirat? Mampukah sisa – sisa potensi mengajak pemikir – pemikir dunia kembali ke jalan surga? Kesadaran mereka mengatakan bahwa hal yang bodoh jika keimanan ini hanya ada di hati pribadi. Kesendirian tidak akan mampu mengubah seluruh kerusakan untuk kembali pada kesucian nurani dan kembali lingkungan patuh pada hukum alam.

Penggabungan diri dalam kerja jama’ah telah ia sadari secara penuh untuk mengatasi problematika umat yang begitu kompleks. Kelebihan – kelebihan yang ada dalam diri, akal dan kemampuan dicurahkan untuk menemukan hal – hal baru, terobosan – terobosan mutakhir yang selalu mengikuti perkembangan peristiwa namun tidak pernah melampaui batas – batas yang telah ditetapkan Allah. Semua tertuang dalam kerja – kerja dakwah yang sistematis dan rapi. Kebutuhan umat terpenuhi dan keshalihan umat akan tercapai, entah ia sendiri mengalami kejayaan itu ataukah melihatnya di tempat terbaik di sisi Rabb-nya.

Kerja dakwah, hanya orang – orang yang mempunyai keteguhan hati yang dapat bertahan. Sekali tergoda dengan manisnya dunia, saat itulah berakhir perjalanannya, perkecualian jika Allah berkehendak memberinya ni’mat kesempatan untuk kembali. Mengapa ada yang mampu bertahan tetapi ada juga yang memilih hengkang dari pertarungan? Lagi – lagi sebuah pilihan yang dihadapi umat Muhammad. Siapa yang masih berpikir bahwa jalan dakwah itu penuh keni’matan, wilayah dakwah adalah wilayah aman dan ladang dakwah adalah ladang yang subur? Bersiaplah kembali ke pangkuan orang – orang tercinta yang senantiasa memberikan cinta semu dan tiada pernah punya arti.

Karakter dakwah adalah keras, penuh ujian, sarat godaan dan tak henti – hentinya persoalan. Problematika umat selalu berkembang selaras dengan perkembangan modernisasi, semakin kompleks dan bertambah banyak. Tetapi, bukan berarti semua persoalan itu tidak dapat terselesaikan. Arus permasalahan begitu kuat dan jika setiap diri tidak mempunyai pertahanan maka bersiaplah untuk ikut hanyut bersama arus. Kesendirian akan sangat memudahkan diri terbawa arus, tetapi jika ada banyak tangan yang memegang erat – erat untuk berani melawan arus maka sedikit kemungkinan untuk ikut hanyut bersamanya. Dan bahkan yang ada adalah akan menjinakkan arus dan menjernihkan airnya.

Itulah keniscayaan sebuah kerja jama’ah. Ada ukhuwah yang terbentuk, ada orang – orang yang menguatkan diri, ada pemikiran – pemikiran yang sejalan dengan ide – ide kita dan ada realisasi program – program di sana. Satu lagi yang paling penting adalah ada kompetisi iman. Orang – orang dalam barisan teratur lagi kokoh itu pilihan Allah, ada keimanan di hati mereka , ada prestasi di tangan mereka dan ada ibadah di setiap amal mereka. Tanpa harus melontarkan kata – kata untuk mengajak berbuat baik, melihatnya saja menjadikan diri berpikir, “bukankah seperti itu seharusnya dalam ketaatan pada Allah?”.

Sepanas apapun suhu bumi, sepanas apapun permasalahan umat, ada keoptimisan dalam bergerak, ada kekuatan tambahan dalam menyelesaikannya. Bukan hanya saleh pribadi yang diraih, tetapi kesalehan umat pun kembali menyejukkan bumi. Alam kembali pada titah-Nya dan manusia tak pernah lalaikan Rabb-nya.

“Dan yang mempersatukan hati mereka, orang – orang yang beriman, walaupun kamu membelanjakan seluruh kekayaan yang berada di muka bumi, niscaya kamu tidak akan pernah mampu mempersatukan hati mereka. Sesunggungnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”

Selasa, 21 Oktober 2008

Satu lagi iLmu

Hari itu, ragu...jadi dateng ga', dateng ga'...???? Upz,, tapi laporan masih belum jadi n tugas2 masih numpuk, tapi gpplah, ntar juga temu hikmahnya..



diskusi yang panjang tapi asyik juga. Pikiran lumayan berkembang setelah sekian lama statis, mandeg dan stagnan. Ugh... 

Selasa, 07 Oktober 2008

Apa kabar Ramadhan?


Terhitung, sudah tujuh hari (saat aku menulis sekarang ini) Ramadhan 1429 H meninggalkan aku dalam kesendirian. Akankah diri ini mampu pertahankan nuansa ibadahnya?

Betapa sayangnya Engkau padaku meski hari - harinya sering terlalaikan. Takdir-Mu masih menyempatkan umur ini cukup untuk menyelesaikannya. Sangat jauh dari baik apalagi yang terbaik yang dapat aku sembahkan untuk-Mu. Oh Ramadhanku... Terlalu sadar diri ini dapat merasakan banyak sekali kekurangan saat harusnya bisa memanfaatkan penuh moment Ramadhan, tetapi diri ini juga terlalu lalai untuk bangkit kembali dari rasa kemalasan, kefuthuran atau kemunduran.

Beruntungnya diri ini atas ni'mat yang Kau limpahkan padaku. Ada orang - orang yang selalu mendo'akan, menyemangati dan menyemangati. Rasa syukur itu semoga selalu dapat kusembahkan pada-Mu lewat amal baikku, meski lupa selalu mengintai, merajai dan menenggelamkan diri dalam kesenangan dunia.

Allah,, hamba-Mu ini telah dzolim pada diri sendiri. Ramadhan adalah bulan manajemen waktu terbaik, bulan evaluasi diri yang terbaik. Apakah ibadahku senilai dengan hikmah Ramadhan yang Kau berikan padaku?

Allah... Ramadhan tahun ini telah beriku banyak hikmah. Di akhirnya, Engkau pertemukan aku dengan orang - orang tercinta di jalan ini hingga kami menutupnya dengan nuansa ukhuwah-Mu yang indah. Akhir Ramadhan yang penuh ilmu baru...

Allah... Sampaikan salamku untuk Ramadhan yang sedang menunggu di pintu Ar-Rayyan, "Apa Kabar Ramadhan?"

Bodohnya diri ini yang belum mampu mensyukuri ni'mat dengan optimalisasi amal di bulan Ramadhan.. Beri aku ilmu...