Kamis, 24 Januari 2013

Rumput Tetangga Lebih Hijau

Aku, kamu, dia, kita memiliki narasi yang berbeda. Judul novel kita saja sudah berbeda, apalagi dengan isinya. Tidak masalah kadang comot cerita sana, besok comot cerita sini untuk mencari inspirasi dan menyesuaikan keinginan cerita yang kita buat. Yang pasti setiap detik kita sedang menuliskan cerita seru, melanjutkan cerita yang terhenti dan pada saat itu juga kita menjadi peran utama memainkannya.

"Belajarlah dari kehidupan orang lain", itu adalah sebuah kalimat yang oleh dosenku saat itu dibagikan kepada kami. Ya, belajar dari kehidupan orang lain bukan meng-copy paste kehidupan orang lain. Jelas itu tidak mungkin karena kapasitas kita berbeda satu sama lain. Boleh jadi orang lain diberikan rezeki lebih, tetapi untuk kita itu tidak cocok dengan peran. Alloh memberi kita peran seorang yang akan masuk surga dengan kemiskinan dan bahkan dari kemiskinan itu kita mendapatkan banyak kekayaan. Sehingga, kalau kita memaksakan menjadi seorang yang kaya mungkin kita akan tamak dengan harta, lupa diri, lupa Alloh, na'udzubillaah... Jadi, kita hanya butuh belajar dari kehidupan orang lain.

Oh ternyata Chairil Tanjung Si Anak Singkong itu sekarang telah menjadi seorang yang sukses dalam kehidupannya. Apa rahasianya? Dia hanya menjawab, "do'a Ibu" sambil tersenyum. Mengapa beliau bisa menjawab itu? Karena seorang CT telah belajar dari kehidupan teman sebayanya yang dahulu juga miskin. CT bercerita bahwa dahulu dia tidak menyukai kemiskinannya, perlakuan atau sikapnya dengan Ibu juga biasa-biasa saja, nothing special for his mom.

Suatu saat CT bertemu dengan temannya tadi yang kondisinya lebih miskin daripada keluarganya bahkan Ibunya dari sejak dulu sudah lumpuh kakinya. Akan tetapi, bagaimana perasaan temannya tadi? Tidak ada sedikitpun raut wajah yang ketika dia melihatnya ada perasaan sedih atau kecewa dengan kondisinya. Bayangpun, sudah miskin, Ibunya lumpuh, tidak ada Bapak, harus mencari nafkah, tetapi semua kebutuhan Ibunya berhasil ia cukupi. Tidak ada keluhan setiap harinya, kegalauan dan lainnya. Setiap hari selalu look forward and walk in line.

Kondisi itu ternyata tidak berlangsung selama satu atau dua tahun, tetapi 30 tahun. Siapa yang sanggup dengan kondisi itu selama puluhan tahun? Jika Ibunya mau makan, dia memasak. Jika Ibunya ingin mandi, digendongnya sampai ke sungai. Ibunya mau ibadah, digendongnya sampai masjid. Dia harus mencari kayu bakar untuk dijual, mencuci semua pakaian Ibunya dan tidak pernah ada penyesalan dengan kondisinya selama 30 tahun.

Sementara saat itu CT merasa tidak bahagia dengan kemiskinannya dan merasa malu dengan dirinya sendiri. Kalau dibayangkan kan sepertinya Alloh itu sangat kejam. Sudah kurang apa teman sebayanya tadi, bakti dengan orang tua, berdo'a sepanjang waktu, miskin, tetapi tidak berubah juga nasibnya. Bagaimana dengan CT? Keluarga miskin tapi lebih berkecukupan daripada temannya, Ibunya sehat, sikap dengan Ibunya biasa-biasa saja atau cenderung belum sangat memuliakan Ibunya, tetapi minta kepada Alloh untuk segera diberikan rezeki yang lebih.

Itulah yang menginspirasi sosok CT hingga menjadi besar hingga saat ini, meraih kesuksesan dari belajar pada orang lain, memuliakan Ibunya. Dan sekarang teman sebayanya pun lebih kaya (dalam segi materi) daripada CT. Itulah keadilan Alloh, menguji sejauh mana keistiqomahan dia hingga Alloh mengukur sudah pantas mendapatkan 'award' dari-Nya.

Itulah sedikit contoh belajar dari kehidupan orang lain yang diceritakan oleh Bapak dosen saya saat itu. Rasanya nyeseg, menyekat tenggorokan, dan mempertinggi dinding bendungan mata.

Bagaimana dengan kita selama ini? Sering kali kita memicingkan mata dengan kedamaian serta kesuksesan orang lain, tetapi tidak pernah melihat di balik itu semua. Belum lagi benturan masyarakat yang berkata ini itu tentang diri kita, atau bahkan dari kalangan keluarga yang membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain.

Kita seringkali disibukkan dengan perkara yang kurang penting, not focus in our line, tetapi selalu terbayang hasil kesuksesan orang lain. Kuluarga dan masyarakat kemudian manas-manasin orang yang galaunya luar biasa dengan kata-kata yang memang harusnya tidak kita dengar, "Itu lihat anaknya si A dan si B sebaya dengan kamu, sudah bisa ini itu, sudah bekerja di sana di sini, besok udah mau nikah. Kamu masih bla bla bla". Lalu orang yang galau mendengar seperti itu sering kali lupa, "Bukankah tidak masalah rumput tetangga lebih hijau, yang penting buah kita lebih manis". Akhirnya kehilangan arah dan tujuan, jatuhlah dia nanti. Tidak ada yang bisa disalahkan kecuali dia mau belajar dari kehidupan orang lain dan menutup rapat-rapat telinganya dari omongan orang, serta kembali pada planning-planningnya ke depan.

Hal yang wajar menjadi seorang yang galau, terombang-ambing, tetapi yang tidak wajar adalah tidak segera membangun pondasi dalam hati kemudian memulai langkahnya untuk menapaki satu per satu rencana hidupnya. "Eh dia mau menikah lho, eh dia sudah bekerja di instansi A lho gajinya besar, eh dia sudah punya suami kaya anaknya sudah besar dan hanya jadi Ibu rumah tangga saja sudah mampu, eh kamu kuliah lagi ngabisin uang", trus masalah buat gue?? Hidup kog susah banget ya, ngurusin orang lain, itulah kepo.

Ada orang yang sukses dalam hal materi tetapi diuji Alloh dalam hal jodoh, sampai lebih dari usianya belum dikaruniai pasangan hidup. Kita seringkali iba, atau bahkan ikut mencaci (na'udzubillaah), mempermasalahkan, padahal apa yang dia rasakan? Dia sedang merasakan kehidupan yang luar biasa, karunia-karunia besar dari Alloh yang tidak kita rasakan dan tidak kita tahu. Boleh jadi dia merasakan kehidupan yang sangat nikmat dan berkata dengan santun "tidak masalah rumput tetangga lebih hijau, yang penting buah saya lebih manis". Tidak ada perasaan menyesal atau menyalahkan takdir, walk forward saja in line.

Aku belajar banyak dari kehidupan di sekitarku, mendapatkan cerita pahitnya tetapi juga dikasih bonus cerita bagaimana menghadapinya, itu adalah hal yang paling luar biasa dalam hidupnya. Alloh kan mengirimkan seseorang untuk menjadi teman, sahabat, saudara agar kita belajar dari kehidupan mereka, menyiapkan amunisi untuk keistiqomahan menjadi hamba Alloh bagi peran-peran kita ke depan. Ketika kita sakit tidak ada obatnya ada orang yang pernah berbagi cerita, ketika nanti sulit dengan masalah jodoh sudah dapat bekalnya, ketika nanti oleh Alloh diuji tidak memiliki anak sudah ada bekal ceritanya, insya Alloh kita akan ridho dengan kondisi apapun yang akan Alloh berikan. Jika ada yang mencaci, katakan saja dalam diri sendiri "gapapa rumput tetangga lebih hijau, yang penting buahq terasa lebih manis". Ketika kita diuji oleh fitnah di masyarakat boleh jadi hingga kita meninggalpun masyarakat masih mencibir dan membuat fitnah semakin merebak, tetapi urusan klarifikasi sudah ada dalam genggaman Alloh. Masyarakat sibuk berbuat dosa, kita sudah sibuk menikmati buah manis di dalam nikmat alam kubur. Indah kan.... :)

#1st room
Menyempatkan bercerita sebelum pulang
Terima kasih Bapak untuk ceritanya, terima kasih untuk orang-orang hebat yang sudah berbagi cerita denganku.. :)
Gapapa orang lain bahagia dengan kehidupannya, itu adalah award dari Alloh, yang penting kita merasa nikmat dengan kehidupan kita sendiri.

-Alangkah beruntungnya seorang muslim itu, jika dia mendapat nikmat maka dia bersyukur dan jika dia mendapat musibah maka dia bersabar-. Dan kembali kepada Alloh adalah lebih baik dari segalanya...

Love is the greatest blessing, thank you for your love..
Masih ada satu cinta yang belum aku katakan pada seseorang, nantilah di surga insya Alloh :)

posted from Bloggeroid

Selasa, 22 Januari 2013

Mengapa Harus Bersyukur?

Scene I:
"Mak, sik iki yo.." kata anak perempuan kecil itu pada Ibunya. "aku si iki yo mak..." kata mas-nya si anak perempuan tadi. Ibunya masih diam bergeming sambil melihat makanan yang lain. Lama Ibunya tidak merespon, akhirnya si sulung menyadari dan mengambil pilihan lain, "yo wis sik iki wae mak, regane sewu lho..." sambil berkata menyerah.

Melihat kakaknya, anak perempuan itu ikut mencari pilihan lain, "aku iki wae mak, iki regane sewu yo'an..." rengek si bungsu. Si Ibu tetap diam, aku yang di sampingnya mengambil kopi tidak jadi beranjak. Aku menoleh dan Ibunya juga menoleh, aku palingkan wajah dan pura-pura masa bodo agar tidak merasa dilihat. Akhirnya si Ibu melihat pilihan anak-anaknya sambil melihat harga dan mencari yang lain. Anak sulung menyadari snack seharga seribu terlalu mahal dan menunggu Ibunya memilih. Akhirnya tepat pilihan Ibunya dan bungsu mengambil pilihan itu, "yo wis ra popo regane nem-atus". Deg, rasanya nyeseg.. Dan bungsu pun tetap pada pendiriannya meminta snack seharga seribu, saya pikir itu hal yang biasa untuk anak bungsu yang kadang memaksakan kehendak dan orang-orang sering mengatakan 'manja'.

Ya Alloh, sering kali aku mengeluh atau merasa kekurangan, padahal rezeki yang Engkau berikan selalu tepat sesuai ukuran. Anak kecil itu mungkin masih merasa tidak adil ketika mereka selalu melihat televisi dengan suguhan makanan anak-anak yang menggoda tetapi mereka harus menahan nafsu mereka karena kondisi keuangan orang tua. Tidak salah kan Ibu itu? :) Tidak mungkin pula aku langsung mengambil pilihan mereka untuk dibayar, meskipun kalau dua atau lima ribu untuk mereka masih mampu insya Alloh..

Akhirnya aku berlalu pergi meninggalkan mereka dalam perdebatan memilih makanan ringan. Ayah mereka menunggu di rumah untuk melihat belanjaan mereka dan merasa bangga dapat membelikan barang dan makanan untuk keluarga. Sang ayah pasti juga menyadari bahwa dia belum mampu membelikan sesuatu yang membahagiakan anak-anaknya. Tapi, dia cukup bersyukur memiliki istri yang lihai mengatur keuangan rumah tangga.

Scene II:
Entah kapan saat itu, mungkin saat aku masih SMA. Cuaca udara sangat panas dan seperti biasa aku beli es campur di depan rumah. Aku bukan orang yang mudah makan apapun alias milih-milih makanan, sudah sejak kecil. Saat itu Ibu masak sayur apa gitu yang aku tidak terlalu suka dan 'hanya' dengan lauk tempe sisa jualan. "Bu, kog sayure niki meleh, lawuh liyane mboten wonten tho?" tanyaku dan jujur agak kesal saat itu.

Ibu membuka percakapan dengan menjawab, "Kuwi wae kudu mbok syukuri wi..wi... Wong Jati (Jati nama salah satu daerah di tempatku) kae lho tuku tempe saben dino gur sewu". Seribu tempe saat itu dapat tujuh bungkus kecil tempe kalau tidak salah. "Aku takon, 'kog aben dino tuku tempe sewu tho nduk? Jangane opo?'". Masih dalam kata-kata Ibuku bilang, "Lha nggih tempe niku Buk mpun dadi jangan kaliyan lawuh. Mengke dimasak oseng tempe, pun dingge lawuh kaliyan jangan. Yen ngono kuwi piye nduk?".

Aku terdiam dalam pikir, sambil makan yang memang aku tidak terlalu suka sayurnya. Hanya saja Alloh kasih aku lagi kesempatan untuk bersyukur. Alhamdulillaah...

Kesederhanaan ini sering kali membuat hati tenang...

Terima kasih Bapak Ibu. Tak mampu mengukur cinta ini karena keinfinitannya... :)
#1st room, kamar bocor harus ngungsi, bersyukur....
posted from Bloggeroid

Jumat, 18 Januari 2013

Yang Sedang Dalam Ujian Itu Yang Pilihan

Aku ingin bercerita, tentang sebuah kisah yang sederhana.. Ini kisahku dan mungkin juga kisahmu...

Aku termasuk orang yang terlambat mengerti tentang sesuatu yang menjadi passionku, tetapi di sore itu batinku tiba2 berkata pada diriku sendiri, "Terlambat mengerti itu memang ada, terlambat untuk belajar mengerti itu tidak ada".

Beberapa saat sebelumnya, aku bercerita pada Bapakku yang lebih tahu segalanya. Mungkin aku tidak bercerita semua, tetapi aku merasa Bapak sudah tahu semua yang ada dalam pikiran dan kegalauanku.

Setelah beberapa lama, Bapakku bertanya, "kamu tahu tidak apa artinya jihad itu?". Aku hanya terdiam dan berpikir menyelami maknanya, seolah aku baru mendengar kata iyu. Aku tahu jihad itu usaha penuh yang kita lakukan dan korbankan untuk kebaikan yang ingin kita capai, lebih tepatnya kata itu untuk berjuang di jalan Alloh.

Kemudian Bapakku berkata, "jihad itu kamu bersungguh-sungguh hingga kamu mendapatkan kelelahan. Passion kamu ada untuk sesuatu yang kamu raih". Aku kembali terdiam dan runtutan kata itu terus membayang seolah tersusun sejauh mata memandang.

Ujian itu adalah bagian dari hidup, dia adalah sebuah sub-ruang vektor dalam hidup, salah satu bagian dari himpunan perjalanan hidup kita. Orang-orang yang diberikan ujian oleh Alloh adalah orang pilihan-Nya. Apakah semua orang bisa mengikuti ujian akhir nasional sekolah tingkat menengah atas? Tentu tidak, hanya siswa-siswa SMA yang bisa ikut ujian sekolah, lebih tepatnya lagi yang boleh ikut UAN hanyalah anak kelas XII. Berarti ujian itu secara umum bisa aku bilang untuk orang-orang pilihan.

Jadi, tidak ada kata putus asa dalam ujian hidup. Kita diuji oleh Alloh berarti kita adalah hamba pilihan, kita adalah hamba yang diperhatikan Alloh, dan hamba yang Alloh pengen sekali dibuat-Nya lebih baik dan terbaik.

My closing story:
Memang ada terlambat mengerti, tetapi tidak pernah ada kata terlambat untu mengerti..

-rdm-
Harapan di waktu senja
4th room, Nabila's house

posted from Bloggeroid

Sabtu, 12 Januari 2013

Etika Hidup

Etika atau adab tidak hanya dibutuhkan saat kita berinteraksi dengan Alloh, berinteraksi sesama manusia, atau hal-hal lain. Etika juga harus dimiliki dalam menjalani hidup agar kita mampu mengakhirinya dengan mulia...

Lalu apa etika kita dalam menjalani hidup? Hidup dapat diumpamakan seperti halnya bertamu. Kita hidup di dunia tidak lain bahwa kita sedang bertamu ke sebuah rumah. Rumah mana yang sedang kita kunjungi? Dunia, Bumi yang bulat pepat. Siapa pemilik rumahnya? Alloh yang memiliki dunia, rumah yang sedang kita ziarahi.

Sekarang pertanyaannya, adakah etika bertamu? Tentu, tanpa etika maka sudah pasti kita akan diusir tuan rumah. Bertamu itu meliputi tiga hal, yaitu awal atau mengetuk pintu rumah, saat sedang bertamu, dan juga saat berpamitan. Itulah tiga hal yang kita jalani juga dalam hidup.

Oleh karena itu, dalam hidup kita memiliki tiga etika, yaitu
1. Awalilah Hidup Sebagai Orang Baik
Jika kita bertamu ke sebuah rumah, kita berpenampilan acak-acakan, belum mandi selama tiga hari, mengetuk pintu rumah dengan kasar, bagaimana jadinya? Tentu hal itu juga berlaku dalam hidup, kita mengawali hidup menjadi seseorang yang baik, baik dalam segi penampilan yang menunjukkan kita seorang yang santun dan juga baik dalam hal akhlak. Agar pemilik rumah senang menyambut kita, mempersilakan masuk ke dalam rumahnya yang mulia, dan juga memberikan hidangan yang terlezat untuk kita, mampukah kita membayangkan bahwa pemilik rumah itu adalah Alloh?

2. Jalani Hidup Sebagai Orang Benar
Saat kita bertamu tentu kita harus bertamu dengan benar, artinya menjaga kesopanan, tidak mengambil makanan sebelum dipersilakan dan yang paling penting adalah setiap rumah memiliki aturan sendiri-sendiri yang tanpa kita elakkan bahwa kita akan mematuhi aturan tuan rumah. Misalkan di suatu rumah yang kita kunjungi memasang aturan setelah makan dan minum, tamu diminta mencuci piring dan gelasnya sendiri. Tidak mungkin kan kita sebagai tamu bilang "rumah macam apa ini, memangnya aku pembantu?". Ketika tuan rumah mengatakan, "Mohon maaf Pak/Bu, di rumah kami terbiasa setelah makan dan minum mohon peralatannya dicuci di dapur". Perkataan yang santun itu pasti akan segera kita jawab "Oh ya Bu, mohon maaf dapurnya di sebelah mana? Alhamdulillaah hidangannya enak, dan saya mau izin untuk mencucinya sekarang". Begitupun etika hidup, selayaknya orang bertamu, maka kita hidup harus menjalaninya sebagai orang yang benar, yaitu patuh pada aturan-aturan yang ditetapkan oleh Alloh..

3. Pulanglah dengan Mulia
Saat kita sudah selesai keperluan bertamu, maka kita akan berusaha berpamitan dengan cara yang mulia. "Bu, kami sudah lama di sini, terima kasih atas waktunya, jamuannya dan kami mau izin pamit. Mohon maaf jika ada perilaku yang kurang baim saat bertamu, semoga Ibu tidak bosan jika kami ingin bertamu lagi". Pastilah saat itu tuan rumah akan membalas dengan senang, "Alhamdulillaah terima kasih sudah mau bersilaturrahim, semoga tidak menyesal dan jika sedang ada keperluan lain yang kebetulan lewat daerah sini, jangan lupa dan segan untuk mampir". Subhanallooh, bertamu yang begitu santun.. Bertamu dengan model seperti inilah yang akan selalu membekas mulia bagi tuan rumah. Oleh karena itu, yuk kita akhiri hidup kita nanti sebagai orang yang mulia.. :)

Itulah sedikit gambaran tentang etika hidup, semoga Alloh memudahkan kita untuk menjadi seorang tamu yang santun di rumah-Nya.. Kita sedang bertamu dan setiap hari Alloh selalu memberikan hidangan yang manis dan spesial, tetapi sudahkah kita menjadi seorang tamu yang benar dan santun? Semoga Alloh memberikan kemudahan bagi kita untuk menjadi seorang yang baik, benar, dan mulia. Aamiin ya Alloh..

Semoga Alloh memberkahi kita semua...
-rdm-
4th room
Bertemu senja :)

posted from Bloggeroid

Mungkin Pesan Mereka Menjawab Kegalauanmu

Ini disadur dari kajian ustadz Syatori tentang gambaran pesan yang disampaikan oleh hal-hal yang membuatmu resah dengan perkara dunia. Mungkin salah satu atau dua diantara hal-hal tersebut sedang kau alami, berharap engkau kembali tersenyum dan semakin bersemangat dalam hidup penuh keyakinan pada Alloh. Semoga bermanfaat.. :)

Kala kita diberikan SAKIT, maka sesungguhnya ia inhin menyampaikan pesan,
"Saudaraq, aku datang kepadamu utk menyampaikan pesan Alloh ta'ala bahwa Dia sedang menghapuskan dosa-dosamu melaluiku..."

Ketika Uang Atau Barang Berharga Yang Hilang, ia ingin mengatakan,
"Saudaraq, aku mendatangimu untuk memberikan kabar gembira bahwa sebentar lagi Alloh ta'ala ingin memberimu rezeki yang lebih dan barang yang lebih baik dari yang hilang..."

Ketika Jodoh Yang Kau Nantikan Tak Kunjung Datang, ia hanya tersenyum manis dan berkata lirih, "Saudaraq, sesungguhnya aku datang kepadamu untuk menyampaikan pesan Alloh bahwa Dia tidak ingin antara kau dan Dia ada yang menghalangi..."

Saat Sakaratul Maut Datang, tak sedikitpun rasa takut dalam hati karena ia datang dengan berkata, "Saudaraq, aku datang untuk menjemputmu ke satu tempat yang tidak pernah ada di dunia, yaitu tenpat yang lebih indah dari tempat manapun..."

Saat kita Mendapatkan Nikmat, maka ia berpesan, "Saudaraq, aku datang untuk menyampaikan amanah dari Alloh bahwa saat ini aku dititipkan kepadamu, karena itu pergunakanlah diriku hanya untuk kebaikan..."

Alloh selalu ada banyak cara menyayangi kita, tetapi sedikit cara kita bersyukur baik kuantitas maupun kualitas. Semoga Alloh selalu menunjukkan jalan-jalan-Nya agar kita selalu bernaung di bawah cahaya.. Aamiin

Barokalloohu fikum....

Teruntuk saudariq terkasih, Nurul Perdana Sari, Get well soon ya sayang... Meskipun gigi kamu tanggal, semoga dia mendahuluimu ke surga.. Semoga segera sembuh dan semua kembali pulih cantik seperti sedia kala atau bahkan lebih cantik meskipun kata kamu saat ini sedang "jontor" semua dimana-mana. I got your photo and it makes me stuck in the moment.. Berharap dosa kamu sedang dihapuskan... Aamiin... :)

-rdm-
4th room
Berjalan menghampiri senja :)

posted from Bloggeroid

Rabu, 09 Januari 2013

Idealisme di Jalan: Lupakan...

Kita yang dari sejak lahir hidup di Indonesia pasti sudah sangat hafal hiruk pikuknya jalan raya, baik di kota besar-yang memang acak-acakan maupun kota kecil-yang terlihat damai.

Lalu, apa hubungannya dengan idealisme? Adakah idealisme di jalan raya?

Idealisme yang saya maksud di sini adalah disiplin dalam berkendara di jalanan. Ya, ketika ada pejalan kaki maka motor mengalah untuk berhenti sejenak, ketika motor mau lewat maka mobil mempersilakan dahulu. Setiap kendaraan sadar dengan porsi jalannya masing-masing, motor selalu di arah kiri dan mobil lebih dekat dengan tengah jalan, tidak ad saling menyabotase jalan. Saat melewati lampu lalu lintas, maka lampu merah harus berhenti, lampu kuning mengurangi kecepatan, dan lampu hijau silakan lewat tanpa hambatan.

Menurut anda masih perlukah beberapa peraturan lalu lintas tersebut diikuti secara idealis di negara kita? Sebagian akan mengatakan, 'ya kita mulai dari diri sendiri untuk suatu perubahan yang besar. Indonesia udah carut marut dari jalan raya hingga politik pembuatan jalan raya, jadi jelas idealisme di jalan harus dipertahankan'. Sebagian lagi mengatakan 'sudahlah, kita tidak perlu terlalu idealis, telat nanti'.

Pendapat yang saya sampaikan di sini memang tidak terlalu baik.

Saat itu malam ba'da isya saya harus berkendara ke arah Jl. Nitikan dan sampailah di lampu merah setelah RSI Hidayatulloh. Lampu hijau itu terburu-buru menjadi merah saat saya sudah berjarak beberapa meter darinya. 'Yaah berhenti..' sambil menengok spion kiri, terlihat dari belakang motor berkecepatan tinggi yang ingin menabrak lampu merah dan akhirnya ikut berhenti. "Ckckck kurang beruntung mas.." gumam batinku. Setelah menunggu 77 detik, motor sudah saling bergerak dan... Jedug, motor saya ditabrak dari belakang dengan bunyi suara klakson yang tinggi. Saya tak bergeming dan hanya menoleh ke belakang tapi tidak ada niat melihat pelakunya. "Tunggu sampai lampu hijau mas..." batin saya kesal.

Kejadian tersebut terjadi lagi untuk kedua kalinya di jalan yang berbeda, ditabrak dari belakang saat lampu merah masih disiplin menyala untuk tiga menit lagi. Jika orang mengatakan, "keinginan kita menjadi safety rider buat yang lain, belum tentu kita akan safe di jalanan", maka pernyataan itu adalah benar.

Previous case tadi adalah tentang lampu merah. Next case adalah lampu kuning. Ketika lampu kuning sudah menyala, maka itu bukanlah peringatan lalu lintas untuk mengendarai motor dengan pelan. Peraturan masyarakat mengatakan bahwa saat lampu kuning menyala menuju lampu merah, maka tambah kecepatan agar selamat dari lampu merah dan dapat melanjutkan perjalanan.

Ketika saya sedang berkendara, lima meter di depan sudah kuning, tetapi saat saya melihat spion kanan, terlihat banyak kendaraan bermoor berkecepatan tinggi. Saat tepat di lampu lalu lintas,warnanya sudah berganti merah. Jujur saja saya terjang lampu merah tersebut. Berdasarkan perhitungan perkiraan saya, jika saya berhenti saat itu, maka mungkin saya akan dibawa ke rumah sakit setelah terkena terjangan kendaraan-kendaraan bermotor berkecepatan tinggi dari belakang. Idealisme tak dapat dipertahankan saat itu. Hal ini yang sering kali terjadi dan inilah yang saya sebutkan di awal bahwa tulisan ini tidak sepenuhnya mengajarkan yang benar.

Saya memang tidak mau mengambil resiko tertabrak motor karena sebuah idealisme, saya masih membutuhkan sehat dan mencari rezeki.

Jadi, kesimpulannya adalah menjadi safety rider bwt orang lain bukan berarti diri kita akan safe di jalanan Indonesia. Mempertahankan idealisme jelas harus dipelihara dan diajarkan pada generasi sesudah kita agar masyarakat kita terbiasa disiplin di jalanan.

Published with Blogger-droid v2.0.9

Selasa, 01 Januari 2013

Life is Short

Tiba-tiba sisirku terhenti
Wajah yang kulihat di cermin...

Masya Alloh...
Ternyata aku sudah terlihat begitu tua...

Keriput di bagian mata,
Bukan masalah penuaan wajah,
Bahkan aku tidak pernah memikirkan seperti apa aku...

Aku sangat bersyukur dengan kesederhanaan ini...

Kupandang lekat-lekat
Sosok yang akan memasuki usia seperempat abad di tahun ini
Terlihat lebih layu daripada beberapa tahun yang lalu

Subhanallooh...
Usia di dunia memang begitu cepat
Siapa yang tahu ukuran usia menurut Alloh?
Aku bisa mati kapan saja

Alloh....

posted from Bloggeroid