Kamis, 24 Januari 2013

Rumput Tetangga Lebih Hijau

Aku, kamu, dia, kita memiliki narasi yang berbeda. Judul novel kita saja sudah berbeda, apalagi dengan isinya. Tidak masalah kadang comot cerita sana, besok comot cerita sini untuk mencari inspirasi dan menyesuaikan keinginan cerita yang kita buat. Yang pasti setiap detik kita sedang menuliskan cerita seru, melanjutkan cerita yang terhenti dan pada saat itu juga kita menjadi peran utama memainkannya.

"Belajarlah dari kehidupan orang lain", itu adalah sebuah kalimat yang oleh dosenku saat itu dibagikan kepada kami. Ya, belajar dari kehidupan orang lain bukan meng-copy paste kehidupan orang lain. Jelas itu tidak mungkin karena kapasitas kita berbeda satu sama lain. Boleh jadi orang lain diberikan rezeki lebih, tetapi untuk kita itu tidak cocok dengan peran. Alloh memberi kita peran seorang yang akan masuk surga dengan kemiskinan dan bahkan dari kemiskinan itu kita mendapatkan banyak kekayaan. Sehingga, kalau kita memaksakan menjadi seorang yang kaya mungkin kita akan tamak dengan harta, lupa diri, lupa Alloh, na'udzubillaah... Jadi, kita hanya butuh belajar dari kehidupan orang lain.

Oh ternyata Chairil Tanjung Si Anak Singkong itu sekarang telah menjadi seorang yang sukses dalam kehidupannya. Apa rahasianya? Dia hanya menjawab, "do'a Ibu" sambil tersenyum. Mengapa beliau bisa menjawab itu? Karena seorang CT telah belajar dari kehidupan teman sebayanya yang dahulu juga miskin. CT bercerita bahwa dahulu dia tidak menyukai kemiskinannya, perlakuan atau sikapnya dengan Ibu juga biasa-biasa saja, nothing special for his mom.

Suatu saat CT bertemu dengan temannya tadi yang kondisinya lebih miskin daripada keluarganya bahkan Ibunya dari sejak dulu sudah lumpuh kakinya. Akan tetapi, bagaimana perasaan temannya tadi? Tidak ada sedikitpun raut wajah yang ketika dia melihatnya ada perasaan sedih atau kecewa dengan kondisinya. Bayangpun, sudah miskin, Ibunya lumpuh, tidak ada Bapak, harus mencari nafkah, tetapi semua kebutuhan Ibunya berhasil ia cukupi. Tidak ada keluhan setiap harinya, kegalauan dan lainnya. Setiap hari selalu look forward and walk in line.

Kondisi itu ternyata tidak berlangsung selama satu atau dua tahun, tetapi 30 tahun. Siapa yang sanggup dengan kondisi itu selama puluhan tahun? Jika Ibunya mau makan, dia memasak. Jika Ibunya ingin mandi, digendongnya sampai ke sungai. Ibunya mau ibadah, digendongnya sampai masjid. Dia harus mencari kayu bakar untuk dijual, mencuci semua pakaian Ibunya dan tidak pernah ada penyesalan dengan kondisinya selama 30 tahun.

Sementara saat itu CT merasa tidak bahagia dengan kemiskinannya dan merasa malu dengan dirinya sendiri. Kalau dibayangkan kan sepertinya Alloh itu sangat kejam. Sudah kurang apa teman sebayanya tadi, bakti dengan orang tua, berdo'a sepanjang waktu, miskin, tetapi tidak berubah juga nasibnya. Bagaimana dengan CT? Keluarga miskin tapi lebih berkecukupan daripada temannya, Ibunya sehat, sikap dengan Ibunya biasa-biasa saja atau cenderung belum sangat memuliakan Ibunya, tetapi minta kepada Alloh untuk segera diberikan rezeki yang lebih.

Itulah yang menginspirasi sosok CT hingga menjadi besar hingga saat ini, meraih kesuksesan dari belajar pada orang lain, memuliakan Ibunya. Dan sekarang teman sebayanya pun lebih kaya (dalam segi materi) daripada CT. Itulah keadilan Alloh, menguji sejauh mana keistiqomahan dia hingga Alloh mengukur sudah pantas mendapatkan 'award' dari-Nya.

Itulah sedikit contoh belajar dari kehidupan orang lain yang diceritakan oleh Bapak dosen saya saat itu. Rasanya nyeseg, menyekat tenggorokan, dan mempertinggi dinding bendungan mata.

Bagaimana dengan kita selama ini? Sering kali kita memicingkan mata dengan kedamaian serta kesuksesan orang lain, tetapi tidak pernah melihat di balik itu semua. Belum lagi benturan masyarakat yang berkata ini itu tentang diri kita, atau bahkan dari kalangan keluarga yang membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain.

Kita seringkali disibukkan dengan perkara yang kurang penting, not focus in our line, tetapi selalu terbayang hasil kesuksesan orang lain. Kuluarga dan masyarakat kemudian manas-manasin orang yang galaunya luar biasa dengan kata-kata yang memang harusnya tidak kita dengar, "Itu lihat anaknya si A dan si B sebaya dengan kamu, sudah bisa ini itu, sudah bekerja di sana di sini, besok udah mau nikah. Kamu masih bla bla bla". Lalu orang yang galau mendengar seperti itu sering kali lupa, "Bukankah tidak masalah rumput tetangga lebih hijau, yang penting buah kita lebih manis". Akhirnya kehilangan arah dan tujuan, jatuhlah dia nanti. Tidak ada yang bisa disalahkan kecuali dia mau belajar dari kehidupan orang lain dan menutup rapat-rapat telinganya dari omongan orang, serta kembali pada planning-planningnya ke depan.

Hal yang wajar menjadi seorang yang galau, terombang-ambing, tetapi yang tidak wajar adalah tidak segera membangun pondasi dalam hati kemudian memulai langkahnya untuk menapaki satu per satu rencana hidupnya. "Eh dia mau menikah lho, eh dia sudah bekerja di instansi A lho gajinya besar, eh dia sudah punya suami kaya anaknya sudah besar dan hanya jadi Ibu rumah tangga saja sudah mampu, eh kamu kuliah lagi ngabisin uang", trus masalah buat gue?? Hidup kog susah banget ya, ngurusin orang lain, itulah kepo.

Ada orang yang sukses dalam hal materi tetapi diuji Alloh dalam hal jodoh, sampai lebih dari usianya belum dikaruniai pasangan hidup. Kita seringkali iba, atau bahkan ikut mencaci (na'udzubillaah), mempermasalahkan, padahal apa yang dia rasakan? Dia sedang merasakan kehidupan yang luar biasa, karunia-karunia besar dari Alloh yang tidak kita rasakan dan tidak kita tahu. Boleh jadi dia merasakan kehidupan yang sangat nikmat dan berkata dengan santun "tidak masalah rumput tetangga lebih hijau, yang penting buah saya lebih manis". Tidak ada perasaan menyesal atau menyalahkan takdir, walk forward saja in line.

Aku belajar banyak dari kehidupan di sekitarku, mendapatkan cerita pahitnya tetapi juga dikasih bonus cerita bagaimana menghadapinya, itu adalah hal yang paling luar biasa dalam hidupnya. Alloh kan mengirimkan seseorang untuk menjadi teman, sahabat, saudara agar kita belajar dari kehidupan mereka, menyiapkan amunisi untuk keistiqomahan menjadi hamba Alloh bagi peran-peran kita ke depan. Ketika kita sakit tidak ada obatnya ada orang yang pernah berbagi cerita, ketika nanti sulit dengan masalah jodoh sudah dapat bekalnya, ketika nanti oleh Alloh diuji tidak memiliki anak sudah ada bekal ceritanya, insya Alloh kita akan ridho dengan kondisi apapun yang akan Alloh berikan. Jika ada yang mencaci, katakan saja dalam diri sendiri "gapapa rumput tetangga lebih hijau, yang penting buahq terasa lebih manis". Ketika kita diuji oleh fitnah di masyarakat boleh jadi hingga kita meninggalpun masyarakat masih mencibir dan membuat fitnah semakin merebak, tetapi urusan klarifikasi sudah ada dalam genggaman Alloh. Masyarakat sibuk berbuat dosa, kita sudah sibuk menikmati buah manis di dalam nikmat alam kubur. Indah kan.... :)

#1st room
Menyempatkan bercerita sebelum pulang
Terima kasih Bapak untuk ceritanya, terima kasih untuk orang-orang hebat yang sudah berbagi cerita denganku.. :)
Gapapa orang lain bahagia dengan kehidupannya, itu adalah award dari Alloh, yang penting kita merasa nikmat dengan kehidupan kita sendiri.

-Alangkah beruntungnya seorang muslim itu, jika dia mendapat nikmat maka dia bersyukur dan jika dia mendapat musibah maka dia bersabar-. Dan kembali kepada Alloh adalah lebih baik dari segalanya...

Love is the greatest blessing, thank you for your love..
Masih ada satu cinta yang belum aku katakan pada seseorang, nantilah di surga insya Alloh :)

posted from Bloggeroid

1 komentar:

Hersanto's life mengatakan...

Bijaksana sip rin, he..he..sy update di web bc