Selasa, 20 September 2011

Menilik Kembali Kasus Plagiarisme


Kehidupan menjadi cukup bukti untuk mensyukuri apa yang telah dikaruniakan Alloh kepada kita, baik apa - apa yang kita sukai maupun apa - apa yang tidak kita sukai. Kadang kala kemarahan orang, keselnya orang, dan juga kritikan - kritikan pedas yang ditujukan ke kita bukan semata - mata sebagai sebuah kebencian, tetapi sebuah kehati - hatian dengan tindakan yang kita lakukan. Inilah hari - hari yang dapat aku ambil hikmahnya dari segelintir kejadian yang sedang dialami (bukan berarti saya habis melakukan kasus pencurian ini lho ya...). Bukan sekedar semangat yang kita butuhkan, tetapi tindakan yang benar yang harus diutamakan.

Menulis tugas akhir telah terasa menjadi kegiatan rutin sehari - hari. "Kalau kita sedang mengambil mata kuliah Tugas Akhir dengan bobot 6 sks, maka normally kita mengagendakan waktu kita untuk mengerjakan skripsi setiap harinya 6 jam, layaknya mengatur dan mengagendakan jadwal kuliah" tutur dosen pembimbing enam bulan yang lalu. "Cukup menampar keras" batinku. Penulisan Tugas Akhir bagi mahasiswa tingkat sarjana umumnya merupakan kajian pertama kali dalam menciptakan sebuah maha karya penelitian yang akan dipublish menjadi sebuah karya ilmiah. Sudah barang tentu apa yang kita tulis akan menjadi salah satu pilihan orang untuk dijadikan referensi dari sekian banyak deretan daftar referensi yang ada. Beruntung ketika karya kita bisa menjadi acuan orang lain untuk mengembangkan ilmu sesuai dengan bidang yang kita pilih, rasanya apa yang kita tulis itu memiliki nilai.

Namun, apa yang terjadi ketika tulisan yang kita buat dijiplak oleh orang lain? Dalam bahasa sehari - hari lebih sering kita sebut sebagai tindakan plagiat. Untuk seorang mahasiswa yang baru pertama kali  menulis karya ilmiah, maka menjadi keharusan baginya memiliki pengetahuan tentang ini (baca: plagiarisme). Di sini saya akan menggunakan kata 'plagiarisme', tetapi saya tidak memandang benar  atau tepat tidaknya penggunaan kata ini (hehe, soalnya klo memikirkan itu maka tulisan ga akan jadi2). Jika mahasiswa tidak tahu tentang tata cara penulisan Tugas Akhir, maka boleh jadi hal tersebut akan berakibat fatal. Kadang kala yang terkena imbasnya bukan hanya dirinya sendiri, tetapi ikut melibatkan orang lain, yaitu dosen pengampu. Selain Tugas Akhir, tindakan plagiarisme lebih sering terjadi pada pembuatan paper atau publikasi ilmiah. Untuk dosen yang sudah mendapatkan gelar Profesor atau guru besar, hal ini bukanlah main - main. Hmmm... inilah yang menjadi perhatian khusus dari saya setelah memutuskan dosen pembimbing saya adalah dosen yang bergelar paling tinggi di kalangan akademisi tersebut, bukan apa - apa atau hanya ingin gaya melainkan merasa prefer sekaligus bisa bimbingan yang lain tidak hanya sekedar Tugas Akhir (hehe).

Lalu, jika kita menilik kembali kasus-kasus plagiat yang selama ini terjadi di Indonesia, maka kita perlu mencermati bagaimana hal itu bisa terjadi. Seorang dosen dicabut gelar guru besarnya dikarenakan telah terbukti melakukan tindakan plagiat paper milik orang lain, seorang mahasiswa doktoral dicabut gelarnya dll. Memang dari beberapa kasus hal ini rupanya dosen tidak tahu-menahu apa yang dilakukan mahasiswanya. Mahasiswa hanya mencantumkan nama dosen, konsultasi jarang dilakukan, dan akhirnya men-submit sendiri hasil karyanya tanpa review dari sang dosen. Jadi sebenarnya bukan dosen yang melakukan plagiat tetapi dia hanya menjadi korban mahasiswa yang ingin turut andil dalam kancah publikasi ilmiah baik skala nasional maupun internasional.

Sikap produktif dalam dunia publikasi merupakan tindakan yang positif terlebih  untuk mahasiswa strata satu karena jarang mahasiswa S1 yang melirik Call paper. Dosen pun masih menyarankan bagi mahasiswanya belum pantas untuk mengikuti publikasi ilmiah, kecuali jika yang akan diikutkan adalah hasil skripsinya karena publikasi ilmiah bukan sekedar main - main semacam PKM dll. Akan tetapi, semangat berkontribusi dengan hal - hal yang penting tetapi sering kali disepelekan. Bicara masalah penulisan karya tulis, karya ilmiah, Tugas Akhir, Skripsi, Thesis, Disertasi dan segala macam karya yang berhubungan dengan hal tersebut harus diimbangi dengan tata caranya. Ibarat kita memiliki netbook baru, maka kita harus tahu aturan - aturannya biar tidak cepat rusak.

Pun saat kita mencoba menuangkan hasil penelitian kita dalam sebuah tulisan. Plagiarisme sudah menjadi wacana yang sangat luas dan semakin gencar sekarang - sekarang ini. Tetapi dari sekian banyak mahasiswa yang sedang menempuh tugas akhir, berapa persen dari jumlah mahasiswa tersebut yang tahu tentang batasan - batasan menulis dan apa itu yang dimaksud dengan plagiarisme. Jangan - jangan mereka hanya mengetahui sebatas pada tidak menjiplak atau copy paste  secara keseluruhan hasil orang lain. Hanya sebatas itukah? Inilah pentingnya kehati - hatian. Banyak kasus plagiarisme dimana pelakunya kurang paham bahwa ternyata apa yang dia lakukan itu sudah merupakan kasus plagiarisme. Niatnya baik tetapi ternyata caranya salah, sama halnya saat kita ibadah. Ibadah tidak akan diterima Alloh ketika niat kita lurus tetapi ibadah kita tidak mengikuti ajaran Rasululloh.

Guna mendeteksi plagiarisme pada sebuah karya seseorang, sekarang telah  dikembangkan teknologi sederhana yang mudah dipakai dengan hasil yang akurat. Untuk menguji hasil karya seseorang itu plagiarisme atau tidak sudah ada softwarenya, tinggal memakai dan meneliti berapa persen dari keseluruhan karya itu yang termasuk tindakan plagiat. Nah, banyak pula yang baru tahu kalau ternyata plagiarisme itu biasanya dihitung dalam parameter persen, ada yang 20%, 30%, 50% hingga 90%. Kalau di kalangan akademisi, katanya angka plagiarisme hasil karya seseorang yang mencapai 20-30% itu masih dikatakan normal atau masih dimaafkan oleh pemiliknya. Tetapi, jika sudah melebihi itu maka pencuriannya sudah terlalu melampaui batas dan bisa diproses secara hukum. Hadiah yang diberikan atas tindakan plagiarisme biasanya adalah pencopotan gelar pendidikan.

Sejauh apa sebenarnya kita boleh mengutip karya seseorang? Sebenarnya yang diinginkan oleh pendidikan Indonesia adalah character building, tidak serta merta  mementingkan nilai dan gelar semata. Pendidikan kita ingin menciptakan orang - orang yang berkarakter kuat dalam keilmuannya dan bisa berdiri tegak di atas kaki sendiri.

Masalahnya, ketika kita menulis skripsi diharuskan ada latar belakang dan dasar teori, pun  saat kita menulis paper. Sedangkan yang kita lakukan saat menulis latar belakang dan dasar teori biasanya mengutip sana - sini sumber referensi yang telah ada. Bagaimana cara kita mengutipnya, sedangkan copy paste adalah bagian dari tindakan pencurian?

Yang perlu kita pahami saat kita mengutip referensi adalah kita mengambil ide si penulis paper atau karya tersebut. Artinya, kita tidak mengambil bagaimana cara dia menyampaikan tetapi kita hanya 'sepakat' atau menerima dan membenarkan teori yang telah ia tulis. Jadi, saat kita menuliskannya kembali, bukan kita meng-copy paste atau menulis sama persis dengan aslinya baik hanya satu baris maupun secara keseluruhan, melainkan kita menyampaikan kembali ide penulis dengan gaya bahasa kita sendiri. Sehingga bisa kita bedakan antara copy paste dengan mengutip sebuah karya tulis.

Bagaimana dengan mengartikan atau membahasaindonesiakan paper yang berbahasa asing? Hal ini tidak jauh beda ketika kita mengutip karya yang berbahasa Indonesia. Kita tidak diperbolehkan menulis arti kalimat secara harfiah dan utuh, tetapi kita mengambil inti dari apa yang disampaikan orang lain kemudian membahasakannya sendiri.

Bagi seorang mahasiswa yang berkutat dengan rumus, sangatlah perlu untuk berhati - hati. menulisnya Rumus tidak boleh meniru persis sama, tetapi kita bisa menggantinya dengan parameter yang berbeda tetapi tidak mengubah simbol yang sudah ditetapkan. Misal kita akan menuliskan suhu awal yang mana suhu secara internasional telah ditetapkan T, lalu dalam referensi yang kita pakai dituliskan suhu awal To, kita bisa menuliskannya dengan Ta. Kalaulah kita benar - benar buntu karena sulit membahasakan atau memang secara teori benarnya adalah seperti yang telah dituliskan, maka secara sederhana dan mudahnya kita bisa memainkan kalimat. Misalnya kalimat aslinya adalah kalimat aktif bisa kita ganti kalimat pasif, itu gampangnya. Tetapi menulis dengan bahasa sendiri akan menjadi lebih baik dan lebih aman.

Itu sedikit sharing dari saya. Hal ini sangat perlu diketahui oleh siapapun, tidak hanya mahasiswa strata satu tetapi siapapun itu, karena yang menjatuhkan dosen ITB dahulu bukan mahasiswa strata satu tetapi seorang mahasiswa yang sedang mengambil program doktoral. Semoga bermanfaat dan selamat menulis karya ilmiah yang berkarakter... Semoga karya kita menjadi manfaat bagi orang lain, bukan menjadi bencana bagi orang lain, terlebih dosen yang sangat sabar membimbing kita untuk membuat kita menjadi tahu tentang ilmu... :)

*siang saat menunggu kuliah eh malah telat kuliah dan lanjut ba'da kuliah menikmati senja..
Alhamdulillaah Alloh kasih pelajaran sebelum aku tanpa sadar melakukan pencurian akademik untuk sebuah karya yang sedang diusahakan, semoga skripsi lebih terarahkan... Terima kasih kepada Prof. Dr. Kamsul Abraha, insya Alloh dengan sekuat usaha saya tidak akan mengecewakan Bapak yang telah baik dan sabar membimbing mahasiswa yang berkemampuan pas-pas an ini. Insya Alloh  saya akan menjaga gelar Bapak... :)

-Pondok Nabila tercinta- ditemani Elfa dan Desi ^.^//

Tidak ada komentar: