Kamis, 11 Agustus 2011

Membangun Soliditas Kader Guna Mempersiapkan Kemenangan Strategi Dakwah

Qs. Al Anfal: 60-66
Bermula dari ayat tersebut, aku terinspirasi saat mempersiapkan materi suatu malam
Kali ini tulisan aku agak berbobot, semoga.. hehe...



Kita pasti sudah mafhum tentang dakwah, jundi, qiyadah dan segala hal yang membangunnya. Kalau boleh saya definisikan secara sederhana, dakwah adalah bangunan orang2 yang menyeru kepada kebenaran. Bangunan tersebut akan kokoh jika batu bata dan semennya berkualitas tinggi. Batu batanya kuat  yang terbuat dari tanah liat yang berkualitas dan pengeratnya pun sangat kuat. Sehingga, utk mencapainya kita butuh dua hal yang kuat, yaitu batu bata sebagai pribadi2 kita dan pengerat atau semennya yang saya anggap di sini adalah soliditas, amal jama’i, qiyadah wal jundiyah dll. 


Pertama, kita butuh batu bata yg kokoh, sehingga akhirnya kita pun membutuhkan kualitas dan kapasitas pribadi - pribadi yang baik juga. Kebaikan kualitas dan kapasitas kita terlihat pada jihad kita atau amalan2 kita yg  merujuk pada delapan arkanul bai'ah dalam jama’ah, diantaranya kefahaman, jihad yang ikhlas, tadhiyah (pengorbanan) kita, tha’ah (ketaatan) kita, tsabat (kekokohan) kita, tajarrud (kesungguhan) kita, al-ukhuwah (persaudaraan) kita, dan tsiqah (kekokohan) kita. Namun, seringkali kita mengalami maju - mundur dan naik - turun baik dalam semangat mapun amalan - amalan dakwah. Bukankah Alloh terus menyemangati kita lewat Al-Fath: 28? Mungkin kita memang jarang membukanya..
“ Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (Q.S. Al-Fath: 28).

Dengan merujuk dan berusaha memenuhi arkanul bai’ah itu maka akan mengantarkan kita pada ekspansi dakwah yang lebih luas. Artinya, arkanul bai'ah menjadi pemicu, pemacu, dan pemecut bagi akselerasi gerakan dakwah kita , sehingga akan mempercepat tercapainya ahdafu da’wah (sasaran-sasaran dakwah) dan ghayatu da’wah (tujuan-tujuan dakwah). Namun, syaratnya adalah saat kita melaksanakan kedelapan rukun bai'at itu haruslah kita laksanakan secara total. Jika tidak bisa kedelapannya sekaligus, maka satu atau dua saja yang kita pegang dan kita amalkan dengan penuh kesungguhan, maka amalan dakwah kita itu yang akan membawa ruh. Kita sedang memanggil hati seseorang, memenuhi hak mad'u - mad'u kita, baik dari yang ilmunya lebih tinggi sampai yang belum tahu apa - apa. Sehingga, kita menyentuh hati mereka pun dengan hati atau dengan ruh.

Dalam poin arkanul bai'ah yang lain, saya akan menyinggung sedikit tentang ukhuwah.  Mungkin kita sudah terlalu banyak materi tentangnya dan di sini saya ingin menyampaikan sedikit apa yang saya pikirkan tentangnya. Ukhuwah seringkali menjadi power yang sangat besar saat kita berada dalam kondisi kelelahan dalam amal lapangan.. Ukhuwah selalu menjadi embun yang menyejukkan, dan kebutuhan akan ilmu akan menjadi air atau oase saat kita sedang berada dalam kondisi kehausan, terkhusus bagi saya pribadi. Sehingga, saya tidak pernah menyepelekan dengan hal - hal yang akan mengeratkan diri satu sama lain.


Berikutnya, saya akan mengulas beberapa pertanyaan yang seringkali muncul dalam dinamika dakwah...
Pertama, bagaimana jika saat di tengah jalan dan saat kita kecapekan, tuntutan ilmu tidak dipenuhi oleh halaqah dan kita hanya tersibukkan pada amaliyah lapangan saja?
Maka jawabnya adalah kita kembali mempertajam iman kita sendiri, menumbuhkan jiwa yang haus akan ilmu sehaus2nya sampai kita menyempatkan diri utk mendapatkan taujih dari ustadz atau dari buku, apapun taujih itu insya Alloh akan menjaga ruhiyah kita. Karena Alloh telah berfirman, 

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)- mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al-Anfal: 29)

Sekarang yang dipertanyakan adalah siapa yang punya furqan? Ya, orang2 yang beriman dan berilmu yang bisa membedakan dan menggunakan bashirah atau mata hatinya utk menimbang2 atau menggunakan skala prioritas. Sehingga saat kita sedang futur karena rasa capek, maka yang datang pada kita adalah semangat dan kerinduan, yaitu kerinduan akan Qs Al Ahzab: 23.
"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya)." (Al Ahzab: 23)


Sebagai contoh semangat ini ada sedikit cerita, Pernah seorang pejuang Palestina yang telah berlama-lama meninggalkan kampung halaman dan keluarganya untuk membuat mencari dukungan dunia dan dana diwawancarai. “Apa yang membuat Anda dapat berlama-lama meninggalkan keluarga dan kampung halaman?” Jawabnya, karena perjuangan. Dan, dengan perjuangan itu kemuliaan hidup mereka lebih berarti untuk masa depan bangsa dan tanah airnya. “Kalau bukan karena dakwah dan perjuangan, kami pun mungkin tidak akan dapat bertahan,” ungkapnya lirih.


Titik poin pada pertanyaan ini adalah keimanan kita itu dibangun oleh kita sendiri. Keimanan kita bukan dibangun oleh murabbi, teman, orang tua dan siapapun itu. Kita kuat karena men-tarbiyah  diri sendiri, kita beramal karena dorongan nafsu kita mengantarkan ke sana, kita mencari ilmu karena kita merasa membutuhkannya, bahkan kita -bagi seorang wanita- berjilbab itu karena azzam ingin menjaga kesucian dirinya.

Kedua, bagaimana saya bisa ikut berjuang sedangkan kapasitas saya masih dangkal?
Jika kita masih ciut dengan kemampuan dan kapasitas kita, maka sesungguhnya Alloh telah menjawabnya dalam Qs. Ali Imran: 164.

“Sungguh Allah telah benar-benar memberi karunia kepada orang-orang mukmin karena Dia telah mengutus pada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (Sunnah), meskipun mereka sebelum itu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.”
(Ali ‘Imran: 164)


“ Orang-orang yang berjihad di jalan Kami sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. 29/Al-Ankabuut: 69).

Dalam ayat Al Ankabut tersebut disebutkan tentang jalan - jalan yang oleh ibnu katsir ditafsirkan sebagai jalan2 utk urusan dunia dan akhirat, jalan yang memudahkan kita dalam berjihad. Jadi, meski kita tidak mempunyai bekal maka Alloh akan mencukupkan bekal kita, jika kita mempunyai uang utk diinfaqkan di jalan dakwah, maka Alloh yang akan memberikan. Dengan cara apapun yang kita tidak tahu. Bekal kita dapat dari apa? Mungkin Alloh akan mengilhamkan kepada kita rasa semangat menuntut ilmu sampai akhirnya tercukupi bekal kita dll..

Maka, jika kita masih merasakan kekurangan di sana sini terhadap diri kita, sesungguhnya bekal dakwah hanya satu, yaitu iman. Dengan iman akan melahirkan rasa mencintai ilmu dan kita tergerak utk mencari sebanyak2nya. Dan dengan iman pula kita akan tergerak utk menyebarkannya, masalah hidayah itu urusan Alloh. Urusan kita hanyalah mengisi teko dan menuangkannya pada gelas2 orang yang sedang kehausan dalam perjalanan di dunia yang katanya hanya "mampir ngombe". Maka, jadilah kita menjadi bagian dari penyedia air - air kesegaran itu untuk memberikan ruh kepada orang lain agar jalannya menuju akhiratnya itu menjadi lancar dan benar arahnya di Jalan Alloh, serta kita turut berjalan membersamainya.

Ketiga, tetapi seringkali kita mendapat kabar kader - kader putus di tengah jalan karena banyaknya tantangan dakwah dan merasa dakwah membuatnya capek?
Aktivitas dakwah adalah aktivitas kesabaran akan pengamalan arkanul bai'ah. Aktivis dakwah sangat menyakini bahwa kesabaran yang ada pada dirinyalah yang membuat mereka kuat menghadapi berbagai rintangan dakwah. Bila dibandingkan apa yang kita lakukan serta yang kita dapatkan sebagai risiko perjuangan di hari ini dengan keadaan orang-orang terdahulu dalam perjalanan dakwah ini, belumlah yang kita lakukan itu seberapa. Berapa persen perbandingan kita dengan Abu Bakar, dengan Umar Al Khattab, Utsman bin Affan, Ali? Atau tidaklah terlalu jauh masanya dengan mereka, berapa persen pengorbanan kita dibandingkan dengan ustadzah Yoyoh, ustadz Rahmat Abdullah dan orang - orang yang di masa kita yang memberikan banyak sekali keteladanan dalam dakwah? Pengorbanan kita di hari ini masih sebatas pengorbanan waktu untuk dakwah. Pengorbanan tenaga dalam amal khairiyah untuk kepentingan dakwah. 


Pengorbanan sebagian kecil dari harta kita yang banyak. Dan bentuk pengorbanan ecek-ecek lainnya yang telah kita lakukan. Coba lihatlah pengorbanan orang-orang terdahulu, ada yang disisir dengan sisir besi, ada yang digergaji, ada yang diikat dengan empat ekor kuda yang berlawanan arah, lalu kuda itu dipukul untuk lari sekencang-kencangnya hingga robeklah orang itu. Ada pula yang dibakar dengan tungku yang berisi minyak panas. Mereka dapat menerima resiko karena kesabaran yang ada pada dirinya.
"Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar."
(Ali Imran: 146)

Kesabaran adalah kuda-kuda pertahanan orang-orang beriman dalam meniti perjalanan ini. Bekal kesabaran mereka tidak pernah berkurang sedikit pun karena keikhlasan dan kesetiaan mereka pada Alloh.


Dan pertanyaan terakhir adalah Untuk Siapa Kita Berjuang?
Apakah dakwah kita untuk mendapatkan harta?
Dari Abdullah Bin Zaid, bahwa Rasulullah saw, saat menaklukkan Hunain, membagi-bagikan ganimah (harta pampasan perang). Beliau memberi orang-orang yang hatinya sedang dijinakkan (muallafatu qulubuhum). Lalu sampai (berita) kepada beliau bahwa orang-orang Anshar pun ingin memperoleh apa yang diperoleh orang lain. Maka bangkitlah Rasulullah saw. berkhutbah seraya memuji dan menyanjung Allah lalu mengatakan, “Wahai segenap orang Anshar, bukankah dahulu aku menemukan kalian dalam keadaan tersesat lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian dengan perantaraanku; kalian papa lalu Allah memberi kalian kecukupan dengan perantaraanku; kalian terpecah-belah lalu Allah mempersatukan kalian dengan perantaraanku?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nyalah yang paling banyak jasanya.” (Shahih Muslim juz II: 738)

Berawal dari cara Rasulullah saw dalam membagi-bagikan ganimah (harta rampasan perang) Hunain, beliau membagi justru kepada orang-orang yang baru masuk Islam pada saat penaklukan Makkah (Fathu Makkah), yang notabene belum banyak perngorbanannya. Bahkan pada perang Hunain itu justru merekalah yang pertama lari tunggang-langgang saat mendapat gempuran awal dari musuh. Sedangkan orang-orang yang sudah sejak awal turut berjuang dan malang-melintang dalam kancah jihad, kaum Anshar, tidak mendapatkan sedikit pun dari ganimah itu. Sampai-sampai seseorang dari kalangan Anshar berkata kepada sesama mereka, “Sekarang Rasulullah saw sudah bertemu dengan kaumnya”. Desas-desus itu akhirnya sampai kepada Rasulullah saw. Beliau kemudian meminta pimpinan mereka, Sa’ad Bin Ubadah untuk mengumpulkan seluruh kaum Anshar itu di satu tempat. 

Setelah berkumpul, Rasulullah saw.datang untuk menasihati mereka, "Apa desas-desus yang berkembang di tengah-tengah kalian? Apa perasaan-perasaan yang ada di hati kalian terhadapku?” kata Rasulullah membuka khutbah, setelah bertahmid dan menyanjung Allah swt. “Bukankah aku datang kepada kalian dalam keadaan kalian tersesat lalu Allah memberi kalian petunjuk? Kalian miskin lalu Allah memberi kalian kecukupan? Kalian bermusuhan lalu Allah memadukan hati kalian?” Mereka mengatakan, “Benar, Allah dan Rasul-Nyalah yang paling berjasa dan paling utama.” Rasulullah saw. melanjutkan, “Wahai kaum Anshar, mengapa kalian tidak menjawabku?” Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, dengan apa kami menjawab engkau? Allah dan Rasul-Nyalah yang paling berjasa dan paling utama.” Rasulullah saw. mengatakan, “Demi Allah, kalau kalian mau pasti kalian mengatakan –dan kalian pasti berkata jujur dan dapat dipercaya: ‘Engkau datang kepada kami, wahai Rasulullah, dalam keadaan didustakan lalu kami mempercayai engkau. Engkau datang dalam keadaan dihinakan lalu kami membela engkau. Engkau datang kepada kami dalam keadaan terusir lalu kami melindungi engkau. Engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara lalu kami membantu engkau’. Wahai kaum Anshar, apakah hati kalian lebih mencintai kemilau dunia yang dengannya aku menjinakkan hati sebagian orang agar teguh dalam Islam padahal aku mengandalkan kalian pada keislaman kalian?” Dan pada akhirnya kaum Anshar menyadari kekeliruan mereka dalam memposisikan diri mereka dan memandang Rasulullah saw. Mereka menangis sejadi-jadinya hingga janggut-janggut mereka basah dengan air mata seraya mengatakan, “Kami puas dengan Rasulullah saw sebagai bagian kami”. Maka, hal ini telah memberikan pelajaran kepada kita bahwa hidayah Alloh yang diberikan kepada kita sebagai bagian dari hizbulloh adalah bayaran yang paling besar diberikan oleh Alloh.

Lalu, apakah perjuangan kita ini untuk Alloh? 
Perjuangan kita untuk menegakkan Islam di muka bumi ini sama sekali bukan jasa kita untuk Alloh swt. Karena Dia, tanpa bantuan manusia, mampu menegakkan Islam dengan tangan-Nya sendiri. Dan Alloh tidak mendapat keuntungan sedikit pun dari ketaatan manusia. Sebaliknya Dia juga tidak rugi sedikit pun bila seluruh manusia ingkar pada-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak membutuhkan) sekalian alam. Dan firman-Nya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (Adz-Dzariyaat: 56-58)

Jadi, apakah perjuangan kita untuk Rasulullah?
Bukan pula perjuangan kita untuk membela dan menguntungkan Rasulullah saw. Karena, pertama kita sudah jauh dari masa hidup Rasulullah saw. Dan kedua, para sahabat yang nyata-nyata terlibat dalam perjuangan dan pengorbanan bersama Rasulullah saw. saja pun hakikatnya bukan membela Rasulullah saw. Karena tanpa bantuan kaum Muslimin pun Rasulullah saw. sudah nyata-nyata dibela oleh Alloh swt. 


Kepada para sahabat yang habis-habisan membela dan berjuang untuk Islam bersama Rasulullah saw itu  pun Alloh swt berfirman, “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Alloh telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berduka cita, sesungguhya Alloh bersama kita”. Maka Alloh menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Alloh menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Alloh itulah yang tinggi. Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 40)

Lalu, apakah perjuangan dan pengorbanan kita menguntungkan Islam?
Islam tanpa kita, tenang saja... Kita keluar tidak masalah  juga karena akan ada orang lain yang memperjuangkannya dengan kualitas yang lebih baik. Bukankah kita akan menangis?? Alloh swt menegaskan hal itu dengan ayat-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dan Alloh Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Maidah: 54). Rasulullah saw.pun bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan kebenaran tanpa terganggu oleh orang yang menghinakan dan menentang mereka, hingga datang kemenangan dari Allah dan mereka tetap dalam keadaan demikian.” (Muslim)

Jadi, sesungguhnya segala yang kita lakukan dalam perjuangan dengan segala macam bentuk pengorbanan adalah jasa kita untuk diri kita sendiri. Untuk diri kita saat menghadap Allah swt. Sebab, setiap kita hanya akan memperoleh apa yang kita lakukan di dunia. “Dan seseorang tidak akan memperoleh selain dari apa yang telah dia usahakan.” Iman, hijrah, jihad dengan harta dan jiwa, itulah yang akan menghantarkan kita menjadi orang yang sukses sejati, sebagaimana yang Allah jelaskan: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (At-Taubah: 20).

Selanjutnya, kita butuh gelora semangat kejayaan Islam. Apa yang kita lakukan sekarang memang sangat lokal, hanya lingkup MIPA  atau UGM atau lingkungan sekitar saja? Tidak sama sekali... Kita sebagai kader dakwah harus memiliki pandangan yang sangat jauh ke depan. Kata Yusuf Qardhawi kemenangan akan berasal dari Indonesia dan bangunan dakwah yang paling ideal dijadikan percontohan di Indonesia adalah di Jogja. Adik - adik yang akan kita rekrut dan dibina nanti akan menjadi output dan iron stock yang benar - benar berkualitas.

"Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala prasangka antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, seorang mantan budak hina menemui kemuliaannya di sisi Alloh..."



 

Sumber: Alqur'an, Hadist Rasulullah, Dakwatuna (taujih Iman Santoso, Lc "Untuk siapa kita berdakwah?", Menuju Jama'atul Muslimin, Arkanul Bai'ah, dan berbagai sumber lain yang penulis lupa.

Tidak ada komentar: